Global Voices Advocacy - Defending free speech online

Sep 16, 2011

Islam: In The LIght Of History : II-2

Islam : In the Ligth Of History
Islam: Ditinjau dari Pengamatan Sejarah
Oleh Dr. Rafat Amari


diterjemahkan oleh Adadeh, Netter FFI Indonesia.

Bab II - 2.

Keterangan² para penulis klasik menunjukkan bahwa Mekah tidak mungkin dibangun sebelum abad ke-4 M

Data akurat dari geografi Yunani juga tidak menunjukkan adanya Mekah sebelum abad ke 4 M.
Kami memiliki catatan² sejarah komplit dari para penulis Yunani dan Romawi, dan juga ahli geografi yang mengunjungi Arabia dari akhir abad ke 5 SM sampai abad ke-3 SM. Beberapa dari orang² tersebut menggambar peta Arabia dan menerangkan setiap kota, desa, gunung, dan kuil yang ada di daerah itu, tapi tak satu pun menyebut kota Mekah. Jika Mekah memang sudah ada sejak ribuan tahun sebelumnya, maka tentunya para ahli geografi dan penulis sejarah kuno menyebut keberadaannya.

Mari telaah beberapa tulisan kuno tersebut. Orang Yunani terkenal akan ketepatan mereka dalam bidang geografi. Begitu tepatnya, sehingga mereka tak mau menggunakan laporan dari para pedagang. Strabo adalah ahli geografi dan sejarawan Yunani yang hidup di abad ke-1 M. Dia menekankan pentingnya untuk tidak bergantung pada laporan para pedagang, tapi bergantung pada penemuan² resmi yang diperoleh dari ahli geografi dan sejarawan yang berkunjung sendiri ke tempat tersebut. [3] Karena itulah keterangan dari para ahli geografi dan sejarawan Yunani sangat berharga, terutama keterangan tentang kota² yang ada di Arabia Barat sejak akhir abad ke 5 SM sampai abad ke 4 M. Keterangan mereka sangat penting untuk mengetahui tahun berapa kota² tertentu muncul. Dari data mereka kita ketahui bahwa kota² dibangun dengan jarak waktu sekitar 20 tahun di Arabia Barat. [color=##990000]Tapi kota Mekah tidak ada dalam seluruh tahun² yang dicatat ahli geografi Yunani dan Romawi. Dengan demikian, pernyataan kota Mekah sudah berdiri sejak jaman Abraham bukan hanya tak akurat, tapi juga sangat bertentangan dengan catatan sejarah.[/color]
[3] Strabo, Geography, xv.1:4

Herodotus, Sejarawan Yunani Kuno, Mengunjungi Arabia
Image
Herodotus, sejarawan terkemuka Yunani, dikenal sebagai "Bapak Ilmu Sejarah."

Orang² Yunani telah lama tertarik untuk mengarungi Laut Merah dan daratan pantai Baratnya sejak abad ke-6 SM. [4] Salah satu survey geografi pertama yang sangat berharga karena menjelaskan daerah Arabia secara detail, dibuat oleh Herodotus, sejarawan Yunani terkenal di abad ke 5 SM. Dia hidup dari tahun 485 SM sampai 425 SM. Herodotus memang suka menjelajahi berbagai daerah di jaman dahulu. Karya utamanya yang berjudul Sejarah² (Histories), menjabarkan berbagai negara yang dikunjunginya. Dia datang ke Arabia pada pertengahan abad ke 5 SM, dan menulis tentang geografi Arabia. Dalam tulisannya, dia menulis nama kota² di Jazirah Arabia. Dia tidak menyebut kota Mekah.
[4] Stanley Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989, hal. 1

Setiap kota pusat agama tentunya penting untuk dicatat, karena kota² ini sangat penting bagi kebudayaan di jaman itu. Yerusalem di Israel, dan berbagai kota agama lainnya disebut oleh para sejarawan dan ahli geografi Yunani dalam tulisan² mereka, baik di Eropa, Asia, Timur Tengah, dan sebagian Afrika. Karena kedudukannya yang penting, semestinya kota Mekah adalah kota pertama yang harus disebut dalam penyelidikan atau tulisan apapun tentang Arabia. Akan tetapi bahwa sejarawan terkenal seperti Herodotus tidak menyebut kota Mekah sama sekali, sedangkan banyak kota² Arabia lain yang disebutnya.

Para Ahli Geografi Alexander Agung dan Arabia


Penyelidikan yang dilakukan oleh dua ahli geografi yang diperintahkan Alexander Agung juga tak menyebut tentang keberadaan kota Mekah di abad ke 4 SM.
Di abad ke 4 SM, Raja Alexander Agung mengirim dua ahli geografi untuk menyelidiki daerah Arabia sebagai persiapan invasi yang sedang direncanakan Alexander. Meskipun kematiannya di tahun 323 SM menghentikan invasi, sejarawan dan ahli geografi tersebut berhasil menghasilkan keterangan terperinci Arabia pada orang² Yunani. Kedua orang itu adalah Batlimos bin Lagos dan Aristopolos. Penyelidikan mereka disalin ulang oleh penulis Yunani bernama Arianos, dan sejarawan terkenal Strabo. Dalam catatan mereka tercantum keterangan penuh detail tentang pantai Laut Merah dan daerah sekitarnya. Jika Mekah sudah ada di abad ke 4 SM, tentunya mereka tak akan luput mencatatnya. Tapi mereka tak menyebut keterangan apapun tentang Mekah.
Image
Strabo, geografer, sejarawan, dan filsuf terkenal Yunani.

Catatan kedua sejarawan utusan Alexander ini sangat penting, karena Alexander terkenal suka menyelidiki budaya, sejarah, dan aspek agama setiap negara sebelum diserangnya, agar dia tahu bagaimana harus berhubungan dengan para penduduknya. Jika Mekah telah ada di jaman Alexander, tentunya tempat ini akan menarik perhatian sejarawan dan ahli geografi Yunani yang dikirimnya.

Jika Muslim menyatakan bahwa Mekah, pusat agama monotheistik, telah ada sejak jaman Abraham, maka kota itu tentunya menarik banyak umat dari berbagai suku di Arabia, termasuk Yemen. Kota itu pasti akan jadi bahan pengamatan besar bagi kedua sejarawan utusan Alexander. Tentunya tiada kota lain yang lebih menarik perhatian Alexander dibandingkan kota Mekah, karena dia sangat suka mempelajari agama dan sejarahnya. Kedua sejarawan itu menyebut setiap sudut Arabia secara terperinci, tanpa menyebut Mekah sama sekali karena Mekah memang belum ada di abad ke 4 SM. Dengan begitu, klaim Qur’an dan umat Muslim tentang sejarah Mekah adalah salah.

Jika kita membandingkan pernyataan sejarah di Qur’an dan Alkitab, maka kita dapatkan pernyataan Alkitab selalu benar dan tepat keterangan sejarahnya. Aku tak menemukan satu pun sangkalan dari seluruh catatan sejarah bahwa Yerusalem memang benar² ada. Catatan² sejarah tentang Yerusalem dan agama monotheisnya telah tertulis sejak generasi pertama bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian di abad ke 15 SM. Catatan² dari Mesopotamia dan Mesir menulis lengkap tentang Yerusalem. Kita juga punya berbagai literatur Ibrani tentang Raja² yang berkuasa di kota Yerusalem. Catatan sejarah dari bangsa Israel dan non-Israel menyatakan tentang ibadah monotheistik yang dilakukan umat Yahudi di Bait Tuhan di Yerusalem.
Fakta² ini seharusnya cukup untuk meyakinkan rekan² Muslim kita untuk meninjau ulang kebenaran keterangan Islam tentang asal-usul Mekah dan Ka’bah yang sebenarnya.

Penelitian Theophrastos

Penelitian Theophrastos juga tidak menyebut tentang keberadaan Mekad di akhir abad ke 3 SM.
Image
Theophrastos

Sejarawan Yunani terkenal, Theophrastos, hidup di abad ke-4 SM. Dia menulis tentang masyarakat Sabia – perdagangannya, tanahnya, dan jalur pelayarannya. Dia menulis terperinci tentang agama Sabi, tapi tak menyebut apapun tentang Mekah. Hal ini penting adanya, karena Muslim menyatakan bahwa di masa lampau Mekah adalah pusat perdagangan dengan Yemen dan masyarakat Sabi. Fakta menunjukkan bahwa Theophrastos yang ahli dalam menjabarkan daerah dengan penuh detail – terutama tentang hubungan dan jalur dagang – tidak menyebut Mekah.

Setelah kematian Alexander Agung, banyak penulis dan sejarawan kuno menulis tentang sejarah dan geografi Arabia. Kebanyakan dari mereka hidup di Alexandria, yang merupakan ibukota Ptolemies. Universitas pertama di dunia didirikan di Alexandria, and memiliki perpustakaan terkenal yakni Perpustakaan Alexandria. Salah satu tokoh sejarah terkenal Alexandria adalah greografer terkemuka Eratosthenes. Dia hidup dari tahun 275 sampai 195 SM, dan dia banyak menulis tentang geografi Arabia. Eratosthenes mengumpulkan berbagai keterangan dari banyak sumber. Dia menyelidiki data yang ditulis orang² yang dikirim Alexander Agung, dan data penjelajahan geografi yang ditulis para penerus Alexander dari Ptolemaik. [5] Penelitian² Yunani ini terus dilakukan sampai ke abad ke-3 SM. [6]
[5] Stanley Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989, hal. 30

[6] Stanley Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989, hal. 3

Keterangan dari penyelidikan² Ptolemy II di tahun 278 SM mencakup daerah² selatan Laut Merah dan pantai Afrika. Keterangan ini digunakan untuk mengontrol jalur perdagangan rempah² yang datang dari India dan Yemen. Keterangan ini juga digunakan untuk berburu gajah. Gajah² digunakan dalam perang² Ptolemies melawan Seleucid, keluarga ningrat Yunani yang mendominasi Syria. Faktor² ini membuka pintu bagi pengumpulan data geografi pantai Afrika di Laut Merah dan pantai Arabia. Hasil kegiatan geografis ini ditulis adalah buku Eratosthenes, dan sebuah peta yang penting.
(keterangan: Ada laporan² Eratosthenes yang hilang, tapi banyak yang telah dikumpulkan dalam buku Agatharchides yang berjudul “On the Erythraean Sea” (Pada Laut Erythraea), Burnstein, hal. 12)

Eratosthenes mengukur panjangnya Laut Merah. Dia juga membuat penelitian lengkap akan jalur perjalanan daratan dan lautan yang menghubungan Arabia selatan dengan Aqaba, atau Ilat di sebelah utara, yang merupakan pelabuhan Israel di Laut Merah. Dia menjabarkan keterangan tentang berbagai masyarakat dan pusat budaya, tapi dia tak menyebut tentang Mekah, meskipun dia melalui jalur perjalanan di mana Mekah nantinya dibangun.

Ahli Geografi Kuno Menjabarkan Daerah Di Mana Mekah Nantinya Dibangun sebagai “Daerah Yang Tak Berpenghuni”

Image
Erathosthenes, geografer ternama dari Yunani.
Laporan Eratosthenes menerangkan tentang daerah Arabia yang berhubungan dengan pantai² Afrika sepanjang Laut Merah, yang disebut sebagai Troglodytic Land (Daerah Liar). [7] Daerah Liar ini merupakan daerah penting bagi penyelidikan kita karena merupakan padang pasir sangat luas yang berhadapan dengan pantai Arabia di Laut Merah. Hal ini diterangkan dengan jelas oleh para geografer kuno. Bagian selatan Daerah Liar merupakan daerah kering tanpa kota atau desa. Daerah ini berbahaya karena para nomadis liar kadangkala berkelana di sana untuk menyerang kafilah yang lewat. Para sejarawan kuno menyebut tempat ini tak berpenghuni, membagi daerah Arabia Utara dan Arabia Selatan. Tak ada apapun yang dibangun di situ sampai kota Mekah dibangun sekitar abad ke-4 M. Meskipun begitu, tempat itu dianggap sebagai jalur perjalanan yang berbahaya. Di abad ke-3 M, di sekitar jaman masyarakat Sabaia Yemen, mereka mulai menggunakan jalur dagang daratan untuk berdagang dengan Israel dan Syria. Jalur ini tetap dikenal sebagai jalur daratan yang paling berbahaya sampai jaman Kristen.
[7] The Geography of Strabo, Buku XVI .4:4

The Geography of Strabo, Volume VII, Harvard University Press, 1966, hal. 313

Para ahli geografi setelah jaman Eratosthenes menerangkan tentang daerah di sekitar Daerah Liar, sedangkan Eratosthenes tidak menyebutkannya. Ini menerangkan bahwa di jaman Eratosthenes masih hidup (275-195 SM), daerah sekitar Daerah Liar tidak berpenghuni, dan hanya bagian dari gurun pasir luas. Karena jalur daratan dekat Laut Merah dari Yemen ke Palestina jarang digunakan di jaman Eratosthenes, maka kita bisa menyimpulkan bahwa tak ada desa yang dibangung di jalur tersebut.
Jika Mekah di jaman itu sudah ada, maka tentunya Mekah menjadi tempat peristirahatan para kafilah dalam perjalanan. Kota Mekah tentunya akan terkenal di sepanjang Laut Merah. Kenyataan bahwa Eratosthenes dan ahli geografi lainnya tak menyebut kota Mekah dan Ka’bah atau desa² atau kota² apapun di sekitarnya membuktikan bahwa tempat itu memang kosong sama sekali. Karena daerah Mekah di abad ke-3 dan 4 SM merupakan daerah liar tak berpenghuni, maka tidak mungkin daerah itu menjadi pusat monotheisme di abad ke-21 SM, di jaman Abraham. Di jaman itu bahkan daerah Yemen yang terkenal dengan jalur dagangnya belum ada.

Suku Quraysh (suku asal Muhammad) datang ke daerah tak berpenghuni ini di abad ke-5 M. Setelah mengunjungi Yemen dan mengaku sebagai Nabi Allah, Muhammad ingin mengalihkan warisan Alkitab kepada sukunya di Mekah; tapi hal itu tetap tak bisa mengganti laporan sejarah tentang daerah gurun pasir tersebut.

Penelitian Agatharchides akan Arabia Barat sebagai Sumber Keterangan yang Dapat Dipercaya

Sekarang kita pelajari keterangan tentang Arabia di abad ke-2 SM. Tanpa diragukan lagi, sejarawan dan geographer paling terkemuka di jaman itu adalah Agatharchides dari Alexandria yang menulis dari tahun 145-132 SM. Dia diakui sebagai tokoh utama dalam mengumpulkan sejarah politik Mesir di akhir abad ke-2 SM. [8]
[8] Lihat C. Muller, Geographi Graeci Minores, Paris, 1855-1861, I,LIV-L,VIII; dikutip oleh Burstein, hal. 13

Image
Agatharchides, sejarawan dan geografer terkemuka Yunani di abad ke-2 SM.

Karena dia sangat akrab dengan kalangan penguasa/dinasti Ptolemies dari Mesir, dia mendapat pengetahuan langsung dari mereka tentang berbagai penelitian yang diadakan di abad ke-2 dan 3 SM, terutama tentang daerah di sekitar Laut Merah, pantai2 Afrika, Arabia Barat dan Selatan. Dia memiliki akses ke berbagai sumber keterangan tertulis yang mencatat prestasi2 Ptolemies. Catatan2 ini terutama berisi tentang perjalanan para raja di awal abad ke-2 dan di abad ke-3 SM. [9] Agatharchides menyusun semua keterangan dengan pengamatan yang tajam. Dia mencatat nama2 para penjelajah yang mengunjungi berbagai daerah. Salah satu dari para geographer yang ditulis namanya adalah Ariston, yang diperintahkan Ptolemy di abad ke-3 SM untuk menjelajahi Arabia, terutama bagian2 Arabia Barat dekat Laut Merah di mana Mekah nantinya dibangun. [10]
[9] Fraser, P.M., Ptolemaic Alexandria, Oxford, 1972, I, 549; cf. Peremans, W., Diodore de Sicile et Agatharchide de Cnide', Historia xvi, 1967, hal. 443-4; dikutip oleh Burstein, hal. 30
[10] Dari Buku jilid 5 Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, petikan oleh Photius, Bibliotheca, dikutip oleh Burstein, hal. 147-bagian 87

Agatharchides menyebut nama2 penjelajah lainnya seperti Simmias, yang diperintahkan Ptolemy III untuk menjelajahi Arabia. Agatharchides mencantumkan penjelasan Simmias tentang daerah tersebut, dan ini merupakan sumber keterangan penting bagi kita. [11]
[11] Dari buku jilid 5 Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, petikan oleh Diodorus, Library of History, dikutip oleh Burstein, hal. 79-bagian 40b

Agatharchides juga mempelajari berbagai buku yang ditulis oleh geographer lainnya yang dikirim oleh Ptolemies. [12] Para ahli berpendapat dia banyak menggunakan keterangan dari perjalanan Anaxicrates ke Arabia Selatan dan Barat. [13] Terdapat tujuh sejarawan kuno yang mendatangi dan menulis tentang daerah Laut Merah di abad ke-3 SM. Mereka adalah: Pythagoras, [14] admiral Ptolemy II, Bailis, Dalion, Bion dari Soli, Simonides Muda, Aristocreon, dan Philon. Para ahli menegaskan bahwa Agatharchides mempelajari semua tulisan mereka. Buku2 mereka tercantum di Perpustakaan Alexandria yang terkenal. Dari narasi Strabo, kita ketahui bahwa Ertosthenes mengoleksi buku2 ini. [15] Agatharchides menyusun semua keterangan dari berbagai laporan dan buku para penjelajah dan geographer sebelum jamannya. Dia juga mencatat keterangan orang2 yang ditemuinya, yang disebutnya sebagai “saksi mata.” Diantara orang2 ini adalah para utusan raja – pedagang dan penjelajah yang mengunjungi daerah2 di sekitar Laut Merah.(i) Sayangnya, buku asli Agatharchides tentang Laut Erythraean sudah hilang, tapi seluruh buku telah disalin ulang oleh tiga penulis kuno lainnya yakni Strabo, Photius, dan Diodorus. Kesimpulan buku Agatharchides yang terpenting ditulis di buku Photius yang terkenal yakni Bibliotheca. (ii)
(i) Banyak halaman di buku On the Erythraean Sea yang dengan jelas menunjukkan fakta bahwa Agathachides bertanya pada para pedagang saksi mata dan orang² lainnya yang mengunjungi daerah tersebut.
(ii) Meskipun buku Agatharchides tidak ada lagi, tulisannya telah disaling ulang melalui sinopsis dari para penulis kuno Photius, Diodorus, dan Strabo. Kesimpulan tepat buku ke-5 Agatharchides terdapat dalam buku Diodorus yang berjudul Library of History, bab 12-48. Kesimpulan Photius di bukunya yang berjudul Bibliotheca, terutama Codex 250, adalah sangat penting.
[12] Peremans, W., Diodore de Sicile et Agatharchide de Cnide', hal.. 447-55, dikutip oleh Burstein, hal. 32
[13] Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989, hal. 160
[14] Terdapat bagian² buku Pythagoras, disimpan oleh Aelian, NA 17.8-9 dan Athenaeus, Deipnosophists 4.183-4; dikutip oleh Burstein
[15]Strabo menulis: “Eratosthenes mengetahui bahwa semua keterangan ini berdasarkan keterangan saksi mata yang telah mengunjungi daerah itu, karena dai telah membaca banyak keterangan sejarah- dan dia punya akses ke perpustakaan yang disebut Hipparchus sangat besar – yakni Perpustakaan Alexandria, Strabo, Geography, buku 2.15

Ketepatan keterangannya diterima oleh berbagai ahli. Penjelajahan dan penemuan2 di abad ke 7 dan 8 M membenarkan ketepatan tulisan2 Agatharchides. Burstein, dalam bukunya yang berjudul Agatharchides of Cnidus, on the Erythrean Sea (Agatharchides dari Cnidus, dan Keterangan tentang Laut Erythrean), menjabarkan sebagai berikut “mereka telah membenarkan ketepatan keterangannya sehingga diakui oleh berbagai ahli sebagai salah satu sumber terpenting sejarah dan geografi manusia kuno Afrika baratdaya dan Arabia Barat.” [16]
[16] Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989 , hal. 36
Contoh ketepatan yang disebut para ahli adalah bagaimana Agatharchides menjabarkan pantai2 dan air2 yang bercampur. Agatharchides menjelaskan bahwa warna air di hadapan Tanah Saba, Arabia Selatan, adalah putih, bagaikan air sungai. Fenomena ini masih terjadi sampai hari ini. [17] Elemen lain yang membuktikan ketepatan dan kualitas tulisannya adalah kesamaan deskripsinya tentang suku2 dan masyarakat daerah itu dengan deskripsi tentang masyarakat tersebut di laporan jaman kemudian. [18] Agatharchides mencantumkan berbagai ukuran dalam naskah2nya tentang pantai2 Laut Merah di Arabia Barat. Ini menunjukkan bahwa keterangannya berasal dari para ahli geografi yang memeriksa pantai dan daerah Arabia yang berhubungan.
[17] Dari buku ke-5 of Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, petikan dari Photius, Bibliotheca, dikutip oleh Burstein, hal. 169- bagian 105a
[18]Lihat penyelidikan Burstein, catatan kaki, hal. 33

Ptolemies ingin memiliki data akurat tentang daerah Arabia untuk melindungi perdagangan mereka di Laut Merah, dan untuk mengetahui bagaimana menghadapi berbagai suku yang hidup di daerah sekitar Laut Merah. Mereka juga ingin tahu ukuran2 panjang yang tepat dari berbagai daerah di mana jalur dagang melampaui daerah2 yang tak berpenghuni, atau daerah yang dihuni suku2 buas atau Arab Baduy. Hal ini menjelaskan banyaknya penyelidikan akan Arabia yang sangat tinggi kualitasnya, penuh keterangan terperinci, panjang, dan tepat di sepanjang abad ke-2 dan 3 SM, di mana Ptolemeis mulai mengontrol jalur dagang di Laut Merah, dan berhadapan dengan perampok yang mengancam perdagangan dari daerah2 Arabia. Buku Agatharchides menunjukkan keberhasilan geographer Yunani dalam menyediakan keterangan geografi Arabia Barat yang tepat bagi Ptolemies.

Meskipun Agatharchides menulis lokasi2 di sepanjang Laut Merah, termasuk segala kuil dan jalur yang ada di daerah di mana Mekah nantinya dibangun, dia tidak pernah menyebut Mekah atau kuil Ka’bah.
Dalam penjabarannya tentang Arabia Barat, Agatharchides menulis tentang masyarakat yang hidup di abad ke-3 SM dan paruh pertama abad ke-2 SM, di daerah2 sekitar Laut Merah. Dia mulai dengan suku Nabasia, dengan ibukota mereka di Yordania selatan dan menembus ke Arabia utara, dan dia menjelaskan populasi, kota, pelabuhan, kuil, gunungnya, sampai mencapai Yemen. Inilah penjelasannya: Dia melalui daerah di mana kota Mekah nantinya dibangun, tapi dia tak pernah menyebut Mekah, atau kuil apapun di tempat itu, meskipun bangunan2 kuil merupakan pokok penyelidikannya yang utama. Dia menjelaskan asal-usul Kuil Poseidon, di sebelah baratdaya pantai Sinai. Dia mengatakan siapa pembangunnya dan untuk siapa kuil itu dibangun. Dia juga menjelaskan tentang kuil yang terletak di gurun Negev, dengan mengatakan:
Terdapat altar kuno yang terbuat dari batu keras dan mengandung tulisan kuno yang sulit dimengerti. Kuil suci ini dijaga oleh seorang pria dan wanita yang berdiam di situ seumur hidup. [19]
[19] Dari buku ke-5 Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, petikan dari Photius, Bibliotheca, dikutip dari Burstein, hal. 148-bagian 87a

Kebiasaan Agatharchides menulis terperinci merupakan kebiasaan Yunani yang cenderung menaruh perhatian besar terhadap berbagai kuil yang ada di suatu daerah, terutama di daerah Sinai dan Arabia Barat, di mana jarang terdapat kuil. Orang Yunani memang ingin mengetahui asal-usul sebuah kuil. Di kuil Negev, orang2 Yunani berusaha mengerti tulisan kuno yang dipahat di altar batu. Mereka juga menjabarkan keterangan tentang para pendeta yang menjaga kuil tersebut.

Agatharchides menjabarkan kuil di Teluk Aqaba.

Agatharchides menerangkan tentang kuil lain dekat Ilat di daerah teluk Aqaba. Daerah ini merupakan tempat tinggal suku Batmizomaneis. Agatharchides menekankan bahwa kuil tersebut, dengan kata²nya sendiri, “dijunjung tinggi oleh semua orang Arab.” [20]
[20] Dari buku ke-5 Agatharchides dari Cnidus, on the Erythraean Sea, petikan dari Photius, Bibliotheca, dikutip dari Burstein, hal. 53-bagian 92b

Banyak Muslim yang mengatakan bahwa kuil yang disebut Agatharchides adalah Ka’bah di Mekah. Untuk mengetahui letak kuil itu secara tepat, mari kita simak penjelasan Agatharchides, seperti yang dilaporkan oleh Photius dan Diodorus. Agatharchides menerangkan daerah utara kuil tersebut, termasuk Natasia di sekitar Teluk Aqaba, yang dulu dikenal sebagai Teluk Laeanites. Agatharchides berkata:
Di dekat Teluk Laeanites terdapat banyak desa milik masyarakat Arab Nabasia. Mereka menghuni sebagian besar daerah pantai dan bukan hanya daerah kecil saja, dan penduduk mereka sangat banyak, begitu pula ternak mereka yang jumlahnya sungguh luar biasa banyaknya. Di jaman kuno mereka hidup sederhana dan merasa puas dengan nafkah yang didapat dari ternak mereka, tapi kemudian, setelah raja² Alexandria membuat daerah teluk dapat dilayari untuk perdagangan, mereka menyerang para pelayar yang perahunya rusak. Mereka juga membangun perahu² bajak laut dan merampoki para pelaut, menyamai keganasan dan keliaran orang² Tauri di Pontus. Tapi kemudian mereka ditangkap oleh pasukan angkatan laut dan dihukum sesuai perbuatannya. Setelah itu daerah yang dikenal sebagai Teluk Laeanites, di mana masyarakat Arab hidup di sekitarnya, menjadi tanah orang² Bythemaneas.
Image
Peta yang menunjukkan tempat tinggal orang² Bythemaneas.
Perhatikan bahwa tanah Bythemaneas berhubungan ke selatan dengan daerah Nabasia, dekat Teluk Aqaba. Musil, seorang ilmuwan tenar Arabia, menyatakan bahwa tanah ini merupakan “bagian lebih rendah dari Wadi al-Abjaz, yang disebut Wadi al’efal (iii), yang merupakan sebuah dataran rendah selebar 50kmx20km sebelah timur Teluk Aqaba.” [21] Penjelasan Agatharchides berlanjut:
[21] Musil, hal. 303

Di sebelah bagian pantai ini adalah teluk yang menyentuh bagian dalam negeri ini sejauh tidak kurang dari lima ratus stade (kira² 91.44 km). Orang² yang menghuni daerah di dalam daerah teluk ini disebut sebagai orang² Batmizomani dan mereka adalah para pemburu binatang darat.
Satu stade atau stadia, menurut sistem Eratosthenes, adalah sekitar 1/10 mil (sistem Inggris), sehingga panjang tanah masyarakat Bythemania ini hanya sekitar 50 mil. Dia mengatakan tempat penduduk Batmizomani di dalam bagian teluk, seperti pernyataannya, “Orang² yang menghuni daerah di dalam daerah teluk ini disebut sebagai orang² Batmizomani.” Maksudnya adalah orang² yang hidup di dalam daerah teluk Laenites, yang merupakan nama lama Teluk Aqaba. Keterangan Diodorus ini sama dengan keterangan Photius karena keduanya mengutip dari buku ke-5 Agatharchides On the Erythraean Sea. Diodorus menulis:
Masyarakat yang hidup di negara di tepi teluk disebut sebagai orang² Banizomenes, yang mencari nafkah dari berburu dan makan daging binatang darat. Sebuah kuil suci didirikan di sana dan dianggap suci oleh seluruh masyarakat Arab.
Pothius dan Diodorus menyatakan masyarakat Banizomenes (atau Batmizomaneis) tinggal dekat Teluk Laenites atau Teluk Aqaba, yang jauhnya bermil-mil dari Mekah yang saat itu belum dibangun. Mekah adalah pusat Arabia barat, sangat dekat Yemen. Kedua penulis juga menulis tentang daearah selatan lainnya, yang merupakan daerah Thamud. Mereka mengatakan, “setelah daerah ini, terdapat daerah masyarakat Arab Thamoudeni.” [23] Dalam sejarah, suku Thamud tertulis menghuni bagian Arabia utara dekat Teluk Aqaba; dan mereka tak pernah mencapai daerah selatan dekat lokasi Mekah kemudian. Maka dari itu, kuil yang disebut Diodorus terletak di daerah Thamud dan kota Petra, di lokasi daerah Teluk Aqaba.

[23] Dari buku jilid ke- 5 Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, diambil dari Photius, Bibliotheca, dikutip oleh Burstein, hal. 150-155-bagian 90 a- 95a ; dari buku ke-5 Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, diambil dari Diodorus, Library of History, dikutip oleh Burstein, hal.150-155 –bagian 91b-93b

Setelah Potius menyebut daerah Thamud, dia menyebut daerah di sebelah selatan Thamud.

[24] Para ahli menyebut daerah ini sebagai bagian dari pantai antara Ras karama (25 54 N, 36 39 E) dan Ras Abu Madd (24 50 N, 37 08 E). [25] Ras Abu Madd terletak 450 km (280 mil) utara Mekah. Penyelidikian yang terperinci ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuil yang disebut Diodorus terletak di daerah Teluk Aqaba, sebelah utara daerah Thamud, dan tidak mungkin adalah kuil Ka’bah di Mekah.

[24] From book 5 of Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, diambil dari Photius, Bibliotheca, dikutip oleh Burstein, hal. 155-bagian 95a

Nonnosus, penulis klasik lainnya, tampaknya juga membicarakan kuil yang sama, di tempak yang samayang terletak dekat Petra. Kuil ini dibangun untuk menyembah para dewa Arab. Nonnosus berkata:

Kebanyakan masyarakat Sarasen, menganggap daerah pegunungan Phoinikon dan Taurenian sebagai tempat keramat yang dipersembahkan bagi dewa tertentu dan mereka berkumpul di sana dua kali setahun. [26]

[26] Nonnosus dikutip oleh Photius, Bibliotheca, 1,5
Masyarakat Sarasen disebut oleh Pliny dalam bukunya yang berjudul Natural History (Sejarah Alam), Buku V, bab 12, sebagai masyarakat yang hidup di Teluk Aqaba, tak jauh dari kota Petra. Crone mempelajari lokasi dan suku² yang mendirikan kuil ini. Crone menyatakan lokasi kuil di bagian utara Teluk Aqaba. Masyarakat Sarasen tinggal di sebelah utara Arabia. Karena pegunungan Taurenian adalah Jabal Tayyi’, maka tempat keramat itu terleka di bagian utara Teluk Aqaba. [27] Dengan begitu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Nonnosus berbicara tentang kuil yang sama seperti yang disebut oleh Diodorus.

[27] Crone, hal. 197

Diodorus mengatakan bahwa kuil ini dibangun untuk menghormati dewa² Arab. Keterangan sejarawan dan geografer Yunani tentang kuil ini sangatlah penting. Mereka mengatakan kuil ini dianggap suci oleh semua masyarakat Arab. Para peneliti Yunani memang terkenal sangat teliti dalam menjabarkan keberadaan kuil, di daerah manapun.

Dengan ketelitian seperti itu, tidaklah mungkin para peneliti Yunani ini bisa sampai teledor tidak menyebutkan tentang Ka’bah di Mekah jika memang kuil itu sudah ada di jaman tersebut, seperti klaim umat Muslim.

Para ahli sejarah jaman sekarang juga yakin bahkan masyarakat Quraysh (suku asal Muhammad) juga berziarah setiap tahun ke arah utara untuk mengunjungi kuil tersebut. Ada banyak bukti bahwa orang² Quraysh tidak menghiraukan kuil Ka’bah dan malahan melakukan ibadah haji ke utara. Wellhausen mengutip perkataan al-Kalbi, “orang² akan melakukan ibadah haji dan menyebar, meninggalkan Mekah sehingga jadi sepi.” [28] Dalam pemikiran mereka, kuil lain di utara lebih penting peranannya daripada Ka’bah di Mekah.

[28] Catatan oleh Wellhausen, Reste, hal. 92, dikutip oleh Crone, hal. 197

Ayat² Qur’an menjelaskan bahwa warga Mekah seringkali melakukan perjalanan jauh, tapi lalu Qur’an menghentikan kegiatan ini. Muhammad juga melarang orang untuk melakukan ibadah haji di luar Mekah, setelah dia menaklukkan Mekah. Orang² Quraysh sering berziarah ke Taif di musim panas. Hal ini dikatakan oleh Ibn Abbas, dan dikutip Tabari. [29] Tempat ziarah lainnya kemungkinan adalah kuil di sebelah utara.

[29] Ibn Abbas in Tabari, Jami', xxx,171, cited by Crone, page 205

Penyelidikan Agatharchides, dan juga penyelidikan² lainnya menunjukan fakta yang jelas bahwa Mekah dan Ka’bah belum dibangun di abad ke-3 dan 2 SM. Meskipun nantinya Ka’bah dibangun ratusan tahun kemudian di jaman Masehi, kuil ini merupakan kuil lokal saja. Suku Muhammad seringkali melakukan ziarah bersama suku² Arab lainnya ke kuil yang terletak di sebelah utara Arabia.

Dengan begitu tidaklah benar pernyataan umat Muslim bahwa Mekah dibangun oleh Abraham dan Ishmael sebagai pusat agama monotheistik di Arabia.

Nonnosus Melaporkan tentang Kuil di Teluk Aqaba

Kuil yang disebut Agatharchides di sebelah utara Arabia, di daerah Teluk Aqaba juga disebut oleh Nonnosus. Inilah pernyataan Nonnosus tentang kuil tersebut, seperti yang tercantum di buku Photius:
Kebanyakan masyarakat Sarasen, menganggap daerah pegunungan Phoinikon dan Taurenian sebagai tempat keramat yang dipersembahkan bagi dewa tertentu dan mereka berkumpul di sana dua kali setahun.

Pertemuan pertama berlangsung selama sebulan penuh, sampai pertengahan musim semi. Pertemuan kedua berlangsung selama dua bulan. Selama dalam perkumpulan, mereka hidup damai tidak hanya satu sama lain, tapi juga dengan seluruh orang yang hidup di negara mereka. Mereka menyatakan bahwa bahkan binatang buas juga hidup damai dengan manusia, dan juga antar sesama mereka. [30]
[30] Nonnosus dikutip oleh Photius, Bibliotheque, 1,5

Hal ini menjelaskan pada kita bahwa kuil utara merupakan tempat di mana seluruh suku melakukan ziarah dua kali setahun. Selama ziarah, para suku berdamai satu sama lain. Jika salah satu ibadah ziarah Quraysh adalah kuil ini, maka sudah jelas Muhammad tentu melarang kegiatan ibadah tersebut. Dia ingin agar semua suku Arab berziarah hanya ke Mekah saja.

Dari tulisan Nonnosus, kita lihat beberapa kesamaan ibadah mereka dengan ibadah di Ka’bah dan kuil2 Arab lainnya. Ibadah ini termasuk Haji, dan dilarangnya pertikaian selama ibadah Haji. Ritual ibada di Ka’bah serupa dengan ritual ibadah pagan Arabia. Kuil Ka’bah dibangun di abad ke5 M oleh Tubb’a, ketua Himyarit dari Yemen. Akan tetapi, suku Quraysh, sama seperti suku2 Arab lainnya, terus melakukan ziarah dua kali setahun ke kuil utara. Kata “Hajj” berarti ziarah. Para ilmuwan berpendapat bahwa suku Quraysh tetap berziarah ke kuil Ta’if dan kuil di utara Arabia. Ziarah ibadah ini dilakukan lama sebelum Muhammad memaksakan ibadah di Ka’bah bagi semua Muslim dan melarang ziarah ke kuil2 lain Arabia.

Suku Quraysh menghuni Mekah setelah kota itu dibangun di abad ke-4 SM oleh suku lain yang bernama Khuzaa’h yang datang dari Yemen. Maka suku Quraysh tidak menemukan kuil apapun di kota Mekah. Bahkan setelah Ka’bah dibangun sekalipun, masyarakat Quraysh tetap saja berziarah ke kuil utara Arabia dekat Yordan dua kali setahun.

Qur’an, Sura Qarisi (106), ayat 1-3 melarang suku untuk melakukan “perjanjian” mereka dengan melakukan dua perjalanan. Kukira dua ziarah ini menuju ke kuil utara dan kuil Ta’if. Muhammad tidak suka akan kebiasaan ini dan menyuruh mereka menyembah Allah di kuil Ka’bah di Mekah saja.


Qur’an, Sura Qarisi (106), ayat 1-3
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah).
Hadis juga membenarkan bahwa masyarakat Quraysh dulu suka melakukan dua ziarah ke tempat² di utara Arabia.

Ka’bah di Mekah merupakan bagian dari sistem agama yang mengandung banyak Ka’bah² lain di Arabia, dan semuanya tergabung dalam satu Ibadah Bintang Arabia.

Di jaman pra-Islam (pra-Muhammad), nama “Ka’bah” diberikan kepada semua kuil “Agama Keluarga Bintang” Arabia. Ka’bah juga termasuk. Setiap Ka’bah memilki bentuk kotak yang sama, dengan struktur bagian dalam yang sama seperti Ka’bah di Mekah. Contohnya, setiap kuil punya sebuah sumur di mana persembahan diletakkan. Setiap kuil juga punya sumur berisi mata air yang menyediakan air untuk ibadah haji. Di Mekah, sumur ini dinamakan Zamzam.

Unsur utama semua kuil Ka’bah itu adalah batu² hitam. Batu² ini adalah batu² meteor yang ditemukan orang² Arab dan dianggap keramat. Jika batu² itu ditemukan, maka sebuah kuil akan dibangun di tempat itu. Dengan demikian setiap Ka’bah memiliki batu hitam yang dijunjung tinggi sebagai dewa yang mewakili keluarga bintang. Para peziarah datang ke berbagai Ka’bah untuk melakukan tatacara ibadah yang sama yang dilakukan umat Muslim di Mekah. Contohnya, para pria dan wanita memakai baju khusus dan bergerak melingkari batu hitam. Kuil² Ka’bah ini berasal dari Yemen dan dibangun untuk menyembah “Keluarga Bintang.” Hilal, dewa bulan, adalah sang ayah, dan Ellat, dewi matahari, adalah istrinya. Ka’bah² tersebar di seluruh Arabia setelah berbagai suku Yemen melakukan emigrasi ke arah utara. Suku Khuzaa’h datang dari Yemen di abad ke-2 M ke daerah di mana Mekah kemudian dibangun. Di abad ke-4 M, mereka membangun kota Mekah. Asa’d Abu Karb, pemimpin Yemen yang menguasai Mekah di jaman pemerintahannya di Yemen dari 410 sampai 435 M, membangun kuil Ka’bah dengan bentuk dan struktur yang sama persis seperti berbagai kuil yang ada di Yemen. Mereka memuja para putri Allah dan istrinya Ellat, sama seperti yang dilakukan di berbagai Ka’bah di Yemen dan daerah² Arabia utara.

Melalui laporan Agatharchides, kita tahu bahwa daerah Mekah di jamannya (abad ke-3-2SM) merupakan tempat tak berpenghuni.

Image
Daerah Arabia menurut Agatharchides di abad ke-2 SM. Dia tak menyebut Mekah sama sekali, sebab Mekah saat itu memang belum ada.

Kita kembali ke topik tulisan Agatharchides. Dia terkenal atas laporannya yang terperinci tentang berbagai daerah Arabia di sepanjang Laut Merah. Dia menjelaskan semua masyarakat yang hidup di seluruh pantai² Arabia sepanjang Laut Merah. Dia menulis keterangan geografi dari pantai Laut Merah sampai 100 mil ke daratan. Dia mengatakan kota Petra terletak 80 mil dari pantai. Ini adalah daerah yang dilalui kafilah² di abad ke-3 M sebagai jalur dagang sepanjang Laut Merah.

Para geografer Yunani dan Romawi tertarik meneliti pantai Laut Merah, dari Sinai ke Yemen, lalu masuk 100 mil dari pantai ke daerah daratan. Penelitian ini penting karena mencakup daerah di mana Mekah nantinya dibangun – sekitar 40 mil dari pantai. Meskipun seluruh daerah itu ditulis dengan mendetail, tak ada penjelasan apapun tentang Mekah dari para geografer Yunani dan Romawi yang datang dan menjelajahi daerah tersebut.

Ada daerah lain yang tercatat sebagai daerah penting dalam sejarah, yakni daerah yang terletak 150 sampai 200 mil dari Laut Merah di barat laut Arabia. Beberapa kota dibangun di dekat sebagian oasis di daerah itu pada abad ke-9 SM. Diantara kota² pertama yang dibangun adalah Dedan dan Qedar. Kota² lain dibangun kemudian, ketika terbentuk jalur dagang dari kota² oasis dan Yemen di abad ke-8 SM. Diantara kota² ini adalah Yathrib dan Khaybar, yang disebut di berbagai catatan para raja dan masyarakat yang tinggal di daerah baratlaut Arabia, atau disebut sebagai daerah Hijaz. Lokasi Mekah kelak juga terletak di Hijaz. Mekah tidak disebut dalam berbagai catatan para raja.

Salah satu raja yang berkuasa di baratlaut Arabia atau Hijaz adalah Nabonidus, raja Babylonia. Nabonidus mengirim penduduknya ke kota Teima di Arabia utara selama 10 tahun (550-540 SM). Dalam apa yang disebut sebagai “Ayat tentang Nabonidus” terbaca:

Nabonidus membunuh pangeran Teima dan mengambil kekuasaannya dan membangun di sana istananya yang sama seperti istananya di Babylonia. [31]

[31] Sidney Smith, Babylonian Historical Texts, London 1924, Bab III, hal. 27-97; Dougherty, Nab. And Bel., hal.105-11; dikutip oleh F.V.Winnett and W.L.Reed, Naskah Kuno dari Arabia Utara, University of Toronto Press, 1970, hal. 89

Image
Raja Nabonidus dari Babylonia, berkuasa di tahun 556-539 SM.

Dari prasasti yang ditinggalkan Nabonidus di kota asalnya Harran, kita mengetahui bahwa ketika dia berada di Teima, dia juga menguasai kota² di daerah Hijaz. Salah satu dari kota² tersebut adalah Yathrib (Medina) dan Khaybar, [32] tapi dia tak menyebut Mekah sama sekali (lihat peta nomer 4), karena kota itu memang belum ada di abad ke-6 SM. Jika Mekah sudah ada di saat itu, tentunya akan jadi jajahan raja kuat Babylonia ini.

[32] C.J.Gadd, The Harran Inscriptions of Nabonidus, ( Anatolian Studies, 8 (1958), hal. 59 ; dikutip oleh F.V.Winnett and W.L.Reed, Ancient Records from North Arabia, University of Toronto Press, 1970, hal. 91

Tanah yang berbatasan dengan Laut Merah memegang keterangan penting tentang Mekah. Berdasarkan keterangan sejarah, keterangan ini seringkali disebut dalam berbagai penelaahan ilmuwan Yunani dan Romawi. Berbagai kerajaan ingin mengontrol jalur dagang dari Yemen ke arah Palestina dan Syria. Salah satu dari kerajaan² ini adalah kerajaan Nabasia, yang terletak di perbatasan Arabia dan Yordan. Kerajaan lainnya adalah Kerajaan Utama Yemen. Mekah tak disebut sama sekali dalam semua catatan arkeologi mereka.

Penyelidikan Agathachides menjelaskan secara terperinci tentang daerah di sepanjang Laut Merah di mana Mekah kelak dibangun. Dia mulai secara sistematis dengan masyarakat Nabasia dan daerah berair yang disebut sebagai Teluk Laenites. Ini membuktikan pengaruh kerajaan Lihyan di daerah Teluk Aqaba. Pengaruh ini berlangsung dari abad ke-4 SM sampai abad ke-2 SM.

Agatharchides juga menjelaskan tentang tanah yang dihuni masyarakat Batmizomaines, dekat Petra, sekitar 700 mil dari daerah di mana Mekah kelak dibangun. Setelah itu Agatharchides menyebut daerah Thamud yang dihuni masyarakat Arab Thamundeni, yang muncul sekitar abad 8 SM dan terus ada sampai abad ke 5 M. Keberadaan masyarakat Thamud ini juga tertulis dalam keterangan prasasti batu Assyria, yang membuktikan bahwa orang² Thamud tersebar sepanjang Arabia utara, termasuk jalur pantai Laut Merah.

Daerah pantai berikut adalah Ras Karkama, dan Ras Abu Madd yang terletak sekitar 450 km (280 mil) dari Mekah. Setelah itu tampaknya Agathachides melalui daerah yang tak berpenghuni, yakni lokasi di mana Mekah kelak dibangun. Hal ini sesuai dengan fakta² geografi oleh para ilmuwan yang mencatat daerah antara Ras Karkama dan Ras Abu Madd, dan kedua kota ini masih ada sampai sekarang di peta Arabia. Agatharchides menjelaskan tentang daerah tersebut:

Bagian berikut pantai didominasi oleh lembah² tanpa batas panjang dan lebarnya, dan warnanya hitam.

Daerah ini dikenal para ahli sebagai daerah vulkanik hitam Harat Shama yang letaknya diantara Jeddah dan danau al-Sharifa. [35] Sekarang Jeddah termasuk pelabuhan udara Mekah – sekitar 40 mil dari Mekah. Al-Sharifa dijabarkan di buku² geografi sebagai daerah yang panjang, sejajar dengan pantai yang langsung berhubungan dengan baratlaut al-Lith, dan dibatasi oleh pulau sempit panjang Jezirat Qishran. [36] (lihat Peta nomer 3)

[35] H.Von Wissmann, Zaabram', Pauly's Realencyclopadie der Klassischen Altertumswissenschaft ( Stuttgart, 1894-1980) supp., XI (1968) col.1310 ; dikutip oleh Stanley Burstein, Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea, The Hakluyt Society London, 1989 , hal. 155

[36] Western Arabia and the Red Sea, 1946, Naval Intelligence Division, hal. 585.

Image
Peta nomer tiga

Setelah daerah di mana Jeddah dan Mekah nantinya dibangun, Agathachides menjabarkan daerah lain yang tak berpenghuni di jamannya, yang panjangnya mencapai 86 mil ke sebelah selatan. Dari penjabarannya, kita lihat jalur panjang dari Ras Abu Madd sampai separuh jarak antara Jeddas dan danau al-Sharifa, yang tak berpenghuni di jaman Agatharchides. Di jalur inilah nantinya Mekah dibangun. Panjang jalur ini kira² 460 mil. Mekah dibangun pada abad ke-4 M, di tengah² jalur yang membagi Arabia baratlaut (terutama tempat di mana orang² Thamud tinggal sepanjang Laut Merah) dari jalur² yang menghubungkan Arabia barat tengah dan selatan. Terdapat perbatasan geografis yang sangat besar antara Arabia baratlaut dan baratdaya, dan tak ada seorang pun hidup di sana di jaman Agatahchides, yang menulis keterangan ini pada abad ke-3 SM sampai pertengahan abad ke-2 SM.

Penelitian Agatharchides tentang jalur yang terletak di Arabia barat tengah adalah benar, karena suku² yang menghuni Arabia utara di sepanjang Laut Merah umumnya adalah suku² Lihyanit dan Thamud, dan juga suku Nabasia yang menghuni sampai Arabia baratlaut. Tiada catatan sejarah yang menyebut suku² ini pernah hidup di pusat barat Arabia (di mana Mekah nantinya dibangun). Semua ini menunjukkan bahwa lebih mudah bagi orang Alaska untuk mengklaim bahwa Abraham pergi ke kutub utara dan membangun kuil agama monotheis, daripada Muhammad mengklaim Abraham membangun sebuah kota di dekat Laut Merah sebelah barat tengah Arabia – tiada seorang pun yang tertarik tinggal di daerah itu, bahkan tidak pula suku² Arabia utara terdekat. Tiada satu pun suku atau negara yang mau menghuni daerah Arabia barat tengah.

PENYELIDIKAN ARTEMIDORUS

Penyelidikan Artemidorus menunjukkan bahwa jalur di barat tengah Arabia, di mana nantinya Mekah dibangun, tetap tak berpenghuni di akhir tahun 103 SM.
Sejarawan dan geografer Yunani lainnya, Artemidorus dari Efesus, menulis sebelas buku geografi. Dia hidup di tahun 103 SM dan tulisannya dikutip sejarawan Strabo. Meskpun Artemidorus mengikutsertakan keterangan Agathachides dalam buku² geografinya, [37] dia juga mencantumkan keterangan tambahan dari orang² di jamannya, dan juga dari pengalamannya mengunjungi daerah itu. [38] Sama seperti Agathachides, Artemidorus juga menjabarkan daerah pantai sepanjang Laut Merah dan masyarakat yang tinggal di sana. Ketika dia tiba di daerah barat tengah Arabia di mana Mekah kelak dibangun, dia tidak menerangkan adanya orang yang hidup di sana, sehingga sudah jelas bahwa di tahun 103 SM daerah itu tetap belum berpenghuni. [39] Dia juga berjalan jauh ke arah selatan daerah ini untuk mencapai tempat terminal kecil. Tempat ini dihuni oleh orang² “Debae”. Ada sebagian orang² Baduy yang berkelana di daerah itu dan sebagian kecil petani, tapi tak ada kota di situ. Artemidorus harus menempuh perjalanan panjang ke selatan dekat perbatasan Yemen sehingga akhirnya dia berkata menemukan orang² yang “lebih beradab.” [40] Dengan kata lain, jalur di Arabia barat tengah di mana Mekah nantinya dibangun, belum dihuni sampai tahun 103 SM. Jalur ini dibagi dari Yemen oleh dearah kosong yang hanya dihuni suku² Baduy tak beradab.

[37] Lihat Stanley Burstein dalam Kata Pengantar di buku “Agatharchides of Cnidus, on the Erythraean Sea,” The Hakluyt Society, London, 1989, hal. 13
[38] Leopoldi, Helmuthus, De Agatharchide Cnidio (Diss.Rostow, 1892) pp.13-17 ; dikutip oleh Burstein, hal. 39.
[39] The Geography of Strabo, Buku XVI .4.18
The Geography of Strabo, Volume VII, Harvard University Press, (London, 1966), hal. 343
[40] The Geography of Strabo, Buku XVI .4.18

The Geography of Strabo, Volume VII, Harvard University Press, ( London, 1966), hal. 345

Serangan Tentara Romawi ke Arabia Barat dan Selatan (tahun 30 SM)

Penjelajahan Tentara Romawi ke daerah Arabia barat dan selatan mencatat dengan tepat berbagai kota² yang dibangun di barat tengah Arabia, tapi tak menyebut kota Mekah sama sekali.

Catatan sejarah kita terus berlanjut. Di tahun 30 SM, Mesir menjadi propinsi Romawi. Pemerintah Roma ingin mengontrol daerah Arabia sepanjang Laut Merah, terutama daerah kota selatan Leuce Kome di pantai Laut Merah Arabia. Dari situ sampai pantai barat tengah terdapat suku² buas yang suka membajaka dan mengancam pelayaran laut. Pemerintah Roma juga ingin mengontrol Yemen untuk menguasai jalur dagang rempah² dari India melalui Yemen.

Pemerintah Roma menugaskaan Aelius Gallus, gubernur Mesir, untuk memimpin tugas militer ini. Dia tidak berhasil, tapi perjalanannya menghasilkan catatan sejarah tepat yang sangat berguna bagi kita. Gallus berangkat dari pantai Mesir Laut Merah dengan 10.000 tentara Romawi, 1.000 tentara Nabasia, dan sebagian sekutur Romawi di daerah itu. Orang² Nabasia dikuasai Romawi di saat itu, sehingga mereka harus membantu Romawi dengan pasukan tentara dan penunjuk jalan. Orang² Nabasia merupakan penunjuk jalan yang tepat karena mereka tinggal di daerah Arabia utara sepanjang Laut Merah. Strabo, ahli geografi dan sejarawan terkenal, ikut dalam perjalanan ini dan menulis keterangannya dalam bukunya yang ke-16. Keterangannya sungguh berharga dari segi geografi, karena merupakan catatan lengkap perjalanan, dan bukan fiktif.

Serangan militer ini bertujuan untuk mengontrol semua desa dan kota yang bisa mengancam perdagangan Romawi di sepanjang Laut Merah. Pasukan Romawi terkenal sangat menyeluruh dan tidak melewatkan satu kota pun, dan masuk sejauh 100 mil dari pantai ke daratan. Mereka ingin menaklukkan semua desa dan kota karena berlangsungnya serangan bajak laut terus-menerus dari Arabia barat tengah. Dengan demikian, tak ada satu pun desa atau kota yang terlampaui dalam penjelajahan militer ini.

Tentara Romawi tiba di Leuce Come, yang berarti “desa putih.” Desa ini merupakan bagian dari daerah Nabasia. Strabo mencatat jalur daratan dari Petra ke desa ini, ke Mesir dan Syria. Desa ini masih ada di peta Arabia modern, di El Haura, 25 7 N., 37 13 E. [41] Leuce Come terletak 280 mil dari tempat di mana Mekah nantinya dibangun. Di sebelah selatan desa ini terdapat bagian barat tengah Arabia dekat Laut Merah, yang dulu tak berpenghuni sama sekali di tahun 103 SM. Tapi sekarang, karena daerah sepanjang daratan Laut Merah mulai berkembang, maka terdapat beberapa desa sejak 103 SM yang dikuasai Gallus. Desa² ini disebut dalam catatan Strabo, yang adalah saksi mata dalam perjalanan penting ini.

[41]Komentar Wilfred Schoff akan The Periplus of the Erythraean Sea, Munshiram Manoharial Publishers Pvt Ltd. ( New Delhi, 1995), page 101

Setelah Leuce Come, Gallus bergerak ke selatan, melalui daerah yang dikontrol Nabasia. Strabo menjabarkan keadaan alam daerah itu:

Gallus memimpin tentaranya bergerak dari Leuce Come dan berbaris sepanjang daerah di mana air harus diangkut oleh unta².

Gallus bergerak sampai dia mencapai padang pasir yang di bawah pengawasan Aretas, sanak keluarganya, dan diperintah oleh Raja Obodas dari Nabasia. Dapat diduga bahwa Gallus hendak bergerak menuju desa Egra sekitar 1.100 stadia Yunani dari Leuce Come (sekitar 137 mil). Strabo mencatat daerah ini sebagai berikut:

Yang dihasilkan hanyalah zea, sejenis gandum kasar, beberapa pohon palem, mentega dan bukan minyak. [42]

[42]The Geography of Strabo, Book XVI. 4 . 24

Keterangan ini menjelaskan tentang jalur yang tak banyak dipakai dengan sedikit tempat perhentian bagi rute kafilah yang datang dari selatan. Tempat² perhentian ini dikuasai Nabisia untuk melindungi dan mengontrol jalur dagang di daerah itu.

Lalu Strabo menulis tentang daerah berikut di barat tengah Arabia:
Negara selanjutnya yang dikunjungi Gallus dikuasai para nomadis dan kebanyakan hanyalah gurun pasir saja; yang disebut Ararene, dan dia menghabiskan waktu 50 hari untuk mencapati kota Negrani.
Kota yang dimaksud adalah kota Najran yang terletak di perbatasan Yemen, sekitar 385 mil selatan Mekah, dan sekitar 125 mil dari pantai Laut Merah. Dari penjelasan Strabo kita ketahui daerah barat tengah Arabia sepanjang Laut Merah mengalami sedikit perubahan dari abad ke-3 dan 2 SM. Daerah ini dulu dijabarkan para geografer sebelumnya sebagai daerah kosong di sebelah utara, dan hanya berpenghuni sedikit (suku² Baduy) di daerah selatan, sampai ke perbatasan Yemen di mana terdapat masyarakat yang lebih beradab. Sekarang terdapat tiga tempat perhentian yang dibangun orang² Nabasia dan menjadi desa² kecil, seperti yang disebut dalam perjalanan ini. Keadaan selebihnya masih serupa dengan keadaan abad ke 3 dan 2 SM.

Gallus ingin menaklukkan daerah ini untuk melindungi perdagangan dari pembajakan yang berasal dari daerah ini. Rencananya adalah menguasai semua kota, tapi dia tak menemukan kota apapun sampai mencapai Najran. Ini menunjukkan bahwa Mekah memang belum dibangun saat itu – yakni sekitar tahun 23 SM. Gallus menguasai Najran, lalu Asca (di daerah Yemen). Ke selatan, dia menguasai kota Athrula, lalu Marsiaba (mungkin Ma’rib, ibukota Saba). Dia menyerang kota ini dalam waktu enam hari, tapi berhenti karena kekurangan air. Dia hanya kehilangan tujuh prajurit dalam berperang melawan orang Arab di Najran dan pertempuran di sebelah selatan kota itu. Kebanyakan prajuritnya mati karena kekurangan air, makanan, dan penyakit.

   Jika Mekah sudah ada di jaman Gallus, maka sudah tentu tentara Romawi yang lelah tidak akan melewatkannya untuk beristirahat dan menambah persediaan makanan dan minuman.

Kesukaran yang dialami tentara Gallus disebabkan jarak² antar desa yang sangat jauh di bagian tengah Arabia di mana Mekah nantinya dibangun. Para tentara menderita kekurangan makanan dan minuman. Mereka menuduh Syllaenus tidak menolong mereka sebagai pemandu karena dia memilih jalur antar kota/desa yang tampaknya lebih jauh daripada rencana awal.

Hal ini tidak berpengaruh pada rencana mereka mengunjungi semua desa yang ada di daerah itu, karena semua desa dan kota sudah diketahui oleh para pemandu Arab mereka, dari awal perjalanan sampai Najran dan kota² Yemen lainnya. Karena menaklukkan daerah barat tengah Arabia merupakan tujuan penting dari perjalanan ini, maka Gallus tentunya tidak akan luput mengunjungi Mekah, jika kota itu telah ada. Ketika Gallus gagal menaklukkan kota Yemen Marsiaba, dia mengganti Syllaeus sebagai pemandu, dan meminta bantuan penduduk setempat untuk kembali ke Negrana dan lalu ke desa Nabasia yakni Leuce Come.

Dengan begitu, dia menempuh perjalanan pulang lebih cepat, melalui beberapa desa sepanjang jalur kafilah di daerah di mana Mekah kelak dibangun. Strabo menyebut nama desa² tersebut, tapi tak menyebut Mekah. [v] Akhirnya Gallus menghentikan penyerangan. Jarak antar desa yang sangat jauh di Arabia tengah mengakibatkan kesukaran logistik bagi pasukan tentara sebesar 11.000 orang. Gallus kehilangan ribuan tentaranya karena kekurangan air dan makanan.

[v] Tentang penyerangan Gallus; Dia kembali ke Negrana (Najran) dalam waktu 9 hari, tapi gagal menaklukkan Marsiaba di Saba.

Sejarawan Romawi, Dio Cassius, menjelaskan kegagalan serangan ini dalam bukunya, The History of Rome (Sejarah Romawi). Inilah yang ditulisnya:
Awalnya Aelius Gallus tidak menghadapi siapapun, tapi bukan berarti dia tak menghadapi masalah; padang pasir, matahari, dan air mengakibatkan tentaranya menderita, sehingga sebagian besar tentaranya mati. [43]
[43] Dio Cassius: History of Rome, Buku LIII. xxix.3-8.

Keterangan ini memperkuat penjelasanku. Jika Mekah sudah ada, maka Gallus tentu akan berusaha mengontrolnya. Tiada kota lain yang disebut para sejarawan, kecuali desa² yang kusebut dibangun oleh para kafilah. Jika Mekah sudah ada, maka tempat itu akan jadi tempat penting bagi tentara Romawi untuk beristirahat, menambah bekal, dan menambah tenaga tentaranya untuk melanjutkan perjalanan ke Najran dan kota² Yemen lainnya. Tidak mungkin pasukan tentara besar menyerang gurun pasir tanpa menduduki kota utamanya. Tapi di gurun pasir itu memang belum ada kota seperti Mekah, sehingga para tentara kesulitan karena kekurangan perbekalan.

Dengan begitu, klaim Muslim bahwa Mekah merupakan kota peradaban di jaman Abraham sudah jelas salah. Semua tulisan sejarawan di jaman itu menunjukkan bahwa Mekah belum ada, bahkan sampai abad ke-4 M, apalagi di jaman Abraham. Jika Islam sudah sangat salah tentang hal utama sepenting ini, mengapa kita harus mempercayai keterangan Islam lainnya?

Mekah Tak Ada dalam Catatan Sejarah Perjalanan Strabo

Sejarawan Strabo menunjukkan pada kita dengan jelas bahwa kota Mekah tidak mungkin ada di jaman Kristus, sehingga pernyataan umat Muslim tentang usia kota Mekah adalah salah.
Image
Strabo, sang sejarawan dan geografer Yunani, hidup di tahun 64 SM sampai 23 M. Dalam tulisan geografinya, Strabo merangkum tulisan² terpenting dari para geografer terdahulu, seperti Artemidorus, Eratosthenes and Agatharcides. [44] Tulisan² mereka sudah dibahas di bab² sebelumnya.
[44] The Geography of Strabo, Book XVI .4.20
The Geography of Strabo, Volume VII, Harvard University Press (London, 1966), hal. 349

Athenodorus adalah geografer yang menemani Strabo dalam beberapa perjalanannya. Strabo berkata, bahwa dia adalah “filsuf dan temanku yang bersamaku di kota Petraneans.” [45] Yang dimaksud dengan kota Petraneans adalah kota Petra, dan dia juga mengutip sebagian tulisan Athenodorus tentang kota itu dan Pemerintahannya. Tulisan perjalanan Strabo ke Arabia menjelaskan keadaan Arabia di masa hidupnya. Dia mengunjungi daerah itu bersama sejarawan, filsuf, dan geografer Yunani lainnya, dan menulis keterangan melalui pengamatan langsung di daerah itu. Dalam perjalanannya bersama Gallus dan tentara Romawi, Strabo menulis tujuan perjalanan tersebut:
[45] The Geography of Strabo, Buku XVI .4.2

Banyak keadaan khusus Arabia terungkap dengan jelas dengan perjalanan militer Romawi baru² ini terhadap Arabia, yang dilakukan di jamanku sendiri di bawah pimpinan Aelius Gallus sebagai komandan tentara. Dia dikirim oleh Kaisar Agustus untuk menyelidiki berbagai suku dan tempat. [46]
[46] The Geography of Strabo, Buku XVI .4.22

Jadi kita bisa lihat bahwa salah satu tujuan tugas militer ini adalah untuk menyelidiki "berbagai suku dan tempat" di Arabia. Strabo menyebut ketertarikan khusus Kaisar Agustus terhadap daerah barat Arabia ketika dia menulis:
Kaisar melihat negara primitif/terasing, yang menghubungkan Mesir, tetangga² daerah Arabia, dan dia juga melihat bahwa Teluk Arabia, yang memisahkan masyarakat Arabia dari daerah terasing, hanyalah berjarak dekat saja. Dengan demikian, dia ingin menguasai masyarakat Arabia atau menaklukkan mereka. [47]
[47] The Geography of Strabo, Buku XVI .4.22

Dari penjelasan ini bisa dilihat bahwa tujuan utama pasukan Romawi adalah menaklukkan daeran Arabia utara dan pusat, yang terletak berseberangan dengan daerah terasing di pantai Laut Merah dan bagian sekelilingnya. Di sinilah letak Mekah nantinya dibangun. Menguasai daerah ini adalah penting untuk keamanan jalur perdagangan, yang mulai berkembang sejak jaman Kristen awal. Kaisar Augustus juga harus melindungi rute pelayaran dari serangan bajak laut yang datang dari daerah² Arabia di Laut Merah.
Penelitian Strabo sangat penting untuk menunjang keteranganku bahwa Mekah memang belum ada sampai lama sekali setelah jaman Abraham. Meskipun Strabo menulis dengan cermat perjalanannya ke Arabia barat tengah, dia tak menyebut Mekah sama sekali. Semua geografer yang mengutip tulisannya juga tak pernah menyebut nama Mekah. Tiada satu pun suku² dari tradisi Islam yang disebut dalam catatan mereka.
Alasan mengapa Strabo tak menyebut Mekah dan Ka’bah karena keduanya memang belum ada di jaman itu. Seorang turis asing mungkin saja bisa keliru atau luput menemukan tempat ziarah penting. Tapi tidak demikian dengan para geografer ternama yang ditunjuk langsung oleh Pemerintahan besar seperti Romawi. Semuanya ini menyimpulkan bahwa Mekah memang belum ada di tahun 23 SM ketika Strabo menulis penyelidikannya.

Buku Penjelajahan Laut Erythraea (The Periplus of the Erythraean Sea)

Buku "Penjelajahan Laut Erythraea" menegaskan bahwa Mekah belum ada di akhir abad ke-1 Masehi.
Image
Buku The Periplus of the Erythraean Sea.
Aku telah menyebut Artemidorus, Eratosthenes and Agatharcides, dan juga Strabo – tak ada satu pun dari mereka yang mengakui keberadaan Mekah di jaman mereka, dan semuanya di jaman sebelum Yesus lahir. Sekarang aku bahas sumber lain, yakni buku yang ditulis sekitar tahun 58-62 M [48] oleh penulis tak bernama dan judulnya adalah The Periplus of the Erythraean Sea (Penjelajahan Laut Erythraea). Buku ini ditulis oleh warga kota Berenice, di seberang Arabia tengah, sekitar 200-220 mil dari tempat di mana Mekah kelak dibangun.
[48] Wilfred Schoff dalam Kata Pengantar untuk The Periplus of the Erythraean Sea, Munshiram Manoharial Publishers Pvt Ltd.(New Delhi, 1995), hal. 14,15

Tahun buku ini penting bagi penyelidikan kita, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan tahun penanggalan itu. Contohnya, Pliny mengutip keterangan² Periplus ke dalam bukunya, Natural History, yang ditulis sekitar tahun 72-76 M, sehingga kita bisa menyimpulkan Periplus ditulis tersebut sebelum tahun² itu. Salah satu hal penting lain yang menetapkan tahun penulisan Periplus adalah bahwa penulis, di Bab 57, menyebut tentang penemuan musim tahunan di Samudra India, yang juga ditulis Hippalus sekitar tahun 47 M. Hippalus tahu keadaan cuaca tahunan, sehingga dia berhasil berlayar ke India di waktu yang tepat, sehingga bisa mencapai India dalam waktu yang lebih singkat dari biasa. Penemuan jalur pelayarannya ini membuat jalur laut perdagangan ke India berkembang pesat. Hal ini juga berarti bahwa buku Periplus ditulis setelah 47 M. Bukti² lain yang lebih akurat menunjukkan bahwa buku itu ditulis sekitar tahun 60-62 M.

Sudah jelas bahwa penulis Periplus adalah pedagang Yunani, dan dia berkelana ke daerah² Arabia dan India. Kemungkinan dia hidup di kota Berenice di Laut Merah, berhadapan dengan pelabuhan² laut Arabia Leuce Come, dan bukan kota kota besar Alexandria. Bagaimana kita bisa tahu hal ini? Karena penulis tidak menjabarkan pelayaran umum seperti dari Coptos di bagian dalam Mesir, sepanjang sungai Nil, dan melampaui padang pasir Mesir. Strabo dan Pliny menjabarkan jalur pelayaran ini sedemikian detail sedangkan buku Periplus tidak menyebut hal ini sama sekali. Dengan demikian para ahli menyimpulkan penulis Periplus tinggal di Berenice.

Kota Berenice terletak di pantai Laut Merah, berhadapan dengan pelabuhan² laut Arabia Leuce Come dan Egra. Egra terletak sekitar 137 mil dari Leuce Come, dan hanya 62 mil dari desa Malathan, yang merupakan desa terdekat ke tempat di mana Mekah kelak dibangun. Karena penulis tahu jalur Arabia tengah di mana Mekah kelak dibangun, di menulis tentang lingkungan sekitar itu, sehingga bukunya merupakan dokumen yang sangat penting. Buku Periplus menunjukkan bahwa penulis tidak hanya telah berkunjung dan tinggal di daerah itu, tapi dia juga sangat mengenal kota² dan desa² sekitarnya.

Jarak antara kota di mana penulis Periplus hidup dan tempat Mekah kelak dibangun adalah sekitar 200-250 mil. Penjelasannya tentang Mekah, yang saat itu belum ada, sama seperti penjelasan warga kota Paris yang mengenal kota Roma. Jika Mekah telah dibangun, penulis tentunya akan sangat tahu akan kota itu. Ketepatan penjelasan Periplus sama seperti bukti² geografi dan sejarah yang tertulis. Penjelasan buku Periplus sesuai dengan buku yang ditulis Pliny tentang pantai² Arabia.

Buku Periplus menjabarkan fakta² historis, contohnya, di Bab 19 diterangkan bahwa Malichas adalah Raja Nabasia. Josephus, sejarawan Romawi Yahudi, menyebut tentang raja bernama Malchus di beberapa tempat. Josephus, sejarawan Romawi, menyebut tentang raja Malchus ini beberapa kali. [49] Penulis buku Periplus menyebut Eleazus sebagai gelar raja negara Frankincense, yakni Hadramout. [50] Dia juga menyebut Charibael sebagai raja dua suku Yemen, yakni suku Himyarit dan Sabaia. [51] Keterangan ini terbukti benar berdasarkan laporan sejarah Arabia selatan yang dilakukan oleh arkeologis Glaser. [52]
[49] Josephus menyebut tentang Malchus dalam buku The Wars of the Jews, Buku 1, bab 14 and The Antiquities of the Jews, Buku 14, Bab 14.
[50] The Periplus of the Erythraean Sea, bagian 27
[51] The Periplus of the Erythraean Sea, bagian 23
[52] Prasasti no. 1619 oleh Glaser, dikutip oleh Wilfred Schoff, hal. 11

Penulis menyebut berbagai kota di sepanjang pantai Laut Merah. Contohnya, dia menyebut kota Coloe, yang ditulisnya “berjarak tiga hari perjalanan” dari Adulis, kota di pantai Selatan. [53] Penulis menyebut banyak kota lainnya yang berjarak sama ke Laut Merah. Dengan demikian, tiadanya keterangan tentang Mekah, yang hanya berjarak 30-40 mil dari Laut Merah, merupakan hal yang penting. Penulis menyebut banyak kota di daerah yang tak begitu penting, dan jaraknya dua atau tiga kali lebih jauh dari pantai dibandingkan Mekah, tapi penulis tetap tak menyebut kota Mekah sama sekali. Coba renungkan hal ini. Penulis buku Periplus menjabarkan bagian yang berdekatan dengan Laut Merah dan Samudra India, yakni daerah² barat dan selatan Arabia. Dia menyebut nama berbagai raja, ketua suku, kota yang tak jauh dari pantai, tapi dia tak menyebut Mekah sama sekali. Keterangannya sangat penting karena dia adalah warga kota Berenice, yang bersebelahan dengan Arabia tengah, berjarak 200-220 mil dari tempat di mana Mekah kelak dibangun. Buku Periklus menunjukkan bahwa penulis adalah ahli geografi dan pedagang, sehingga dia mengenal kota² yang berdekatan dengan tempat tinggalnya, sebagaimana yang dijabarkannya tentang daerah pantai Laut Merah. Malah dia juga menerangkan tentang berbagai kota, suku, dan perdagangan di India. Dengan begitu, tidaklah mungkin bahwa dia luput menyebut kota pusat ibadah seperti Mekah, yang jaraknya hanya sekitar 200-220 mil dari rumahnya. Alasan mengapa dia tidak menyebut Mekah adalah karena kota Mekah belum ada pada jamannya.
[53] The Periplus of the Erythraean Sea, bagian 4

Penelitian Pliny

Penelitian Pliny mencakup seluruh daerah Arabia, menyebut semua kota, desa, dan suku Arabia, tapi dia tak pernah menyebut Mekah, atau suku apapun yang disebut hadis sebagai penghuni Mekah sejak jaman kuno.
Image

Gaius Plinius Secundus (23 AD – August 25, 79 AD) atau Pliny the Elder, ilmuwan ternama dan juga komandan pasukan berkuda dan angkatan laut Romawi.
Sebelumnya, kita telah menelaah laporan pasukan Romawi di jaman Kaisar Augustus. Sejarawan dan geografer Romawi yakni Strabo menulis tentang perjalanan militer ini, tapi tak menyebut Mekah sama sekali. Hal ini menyimpulkan bahwa Mekah belum dibangun di jaman dia hidup, yakni 64-23 SM.
Sekarang kita bahas penelitian penulis Romawi lainyang sama pentingnya, yakni Pliny, the Elder (atau Abang Pliny). Pliny lahir di Como, Italia Utara, tahun 23 M. Dia jadi komandan squadron pasukan berkuda, mempelajari ilmu hukum, dan jadi manajer keuangan di Spanyol, lalu kembali ke Roma dan menjadi bagian kalangan orang² penting yang berhubungan dengan Kaisar Romawi. [54] Karena itu dia bisa membaca berbagai dokumen penting Romawi, terutama perjalanan ke Arabia di bawah Gallus, yang disebut Pliny dalam bukunya. Dia lalu menerima tugas melakukan perjalanan laut. Dia mati di tahun 79 M.
[54] H.Rackham, Introduction to Pliny, Natural History, Cambridge, Massachusetts, Harvard University Press, William Heinemann Ltd. (London, 1979), hal. vii
Image

Buku ensiklopedia Pliny yang sangat terkenal, "Natural History."
Pliny menyelesaikan bukunya yang berjudul Natural History (Sejarah Alam) di tahun 77 M. Buku ini merupakan sumbangannya yang terpenting bagi kita tentang kehidupan dan masa Romawi. Buku ini merupakan ensiklopedia yang mencakup banyak hal, termasuk: geografi, astronomi, botani, zoologi, meteorologi, dan mineralogi. Pada kata pendahuluan di buku ini, Pliny menulis bahwa dia harus menyelidiki 20.000 masalah yang diseleksi dari 100 penulis. Salah satu penulis yang dikutip Pliny adalah Juba, raja Mauritania, yang mengadakan perjalanan ke Arabia dan menulis berbagai lokasi dan suku Arabia.

Dalam buku Natural History, Jilid Lima, Bab 12, Pliny menjelaskan tentang “pantai² Arabia yang terletak di laut Mesir.” Lalu di Jilid Enam, Bab 32 dan 33, dia menjelaskan secara detail tentang Arabia. Buku Pliny dianggap sebagai ensiklopedia seutuhnya. Dia menyebut kurang lebih 92 negara dan suku Arabia. Meskipun dia menyebut suku2 terutama dan terkecil Arabia yang hidup di jamannya, dia tidak menyebut suku apapun yang tertulis dalam hadis Islam yang katanya hidup di Mekah di abad pertama M. Meskipun dia menyebut 69 kota dan desa Arabia di jamannya, termasuk desa² kecil yang dihuni suku² kecil, dia tak menyebut Mekah sama sekali. Buku Plinyl dan berbagai literatur sejarah lain membuktikan bahwa klaim Islam tentang Mekah adalah tidak benar dan tak terbukti.
Penyelidikan Plinyl sangatlah penting, karena mencakup seluruh daerah Arabia. Survey yang dilakukannya bermula dari ujung utara, menuju ke bagian teluk timur, lalu masuk ke selatan sampai mencapai ujung tenggara Arabia. Dia pergi ke sebelah barat ke Laut Merah, lalu utara ke Teluk Aqaba, dan akhirnya kembali ke arah selatan, dan secara keseluruhan menjabarkan dataran Arabia. Surveynya mencakup semua daerah yang dihuni orang pada saat itu. Pliny begitu detail sehingga dia menyebut suku² yang tinggal di gurun pasir An-Nafud, seperti misalnya suku Agraei. Akan tetapi dia tidak menyebut Mekah atau suku apapun yang hidup di daerah di mana Mekah kelak dibangun.

Karena riset Plinyl mencakup seluruh daerah Arabia, maka penting untuk diamati bahwa dia tidak menyebut suku apapun yang disebut hadis atau Qur’an telah ada di jaman kuno Arabia. Aku yakin tiadanya keterangan suku² membuktikan bahwa hadis Islam hanya berusaha mendukung keterangan salah Qur’an tentang Mekah. Umat Muslim menciptakan nama2 suku yang salah, dan sejarah yang salah yang tak sesuai dengan catatan sejarah para sejarawan terkemuka seperti Pliny, Artemidorus, Agatharchides dan Strabo. Salah satu suku Arabia yang dikarang Muslim adalah suku Jurhum. Muslim mengatakan bahwa masyarakat Jurhum telah ada di Mekah sejak jaman Abraham dan mereka mendominasi Arabia untuk beberapa saat. Jika pernyataan ini benar, suku Jurhum tentunya disebut dengan jelas dalam catatan sejarah negara² Arabia, seperti negara Saba. Akan tetapi catatan sejarah dan arkheologi Romawi dan Yunani tidak pernah menyebut adanya suku Jurhum, meskipun keterangannya mencakup berbagai negara dan suku yang hidup di daerah utara dan selatan sampai ke tempat Mekah kelak dibangun sejak berbagai abad SM sampai abad Masehi. Kemungkinan suku Jurhum adalah suku kecil yang muncul setelah jaman Kristen.

Penyelidikan Pliny juga membantah keterangan hadis Islam tentang suku Quraysh, suku asal Muhammad. Islam menyatakan suku Quraish merupakan suku tua yang hidup di Mekah dan daerah sekitarnya. Hadis Islam juga menyebut suku Quraysh memegang peranan penting atas berbagai suku Arabia. Pliny, dan juga ahli Yunani sebelumnya, menunjukkan dengan jelas bahwa sejarah Islam Mekah sangatlah tidak benar dan tak berdasarkan fakta sejarah. Baru di abad ke-8 M saja penulis² Islam mulai menulis sejarah Mekah dan kedudukannya yang penting. Akan tetapi tulisan Pliny dan para ahli Yunani menunjukkan bahwa sejarah karangan umat Muslim tentang Mekah adalah tidak benar.

Terlebih lagi, penyelidikan² kuno pertama menyangkal pernyataan bahwa suku Quraysh adalah suku kuno yang punya kedudukan agama penting diantara suku² Arabia. Jika dibandingkan dengan catatan sejarah lengkap Yunani dan Romawi, pernyataan Muslim jelas tanpa dasar fakta atau bukti apapun. Sebaliknya, penyelidikan Pliny dan berbagai sejarawan Yunani dan Romawi membenarkan fakta bahwa suku² Quraysh, Khuzaa’h, suku yang pertama kali membangun Mekah, dan suku² lain yang menghuni Mekah belum ada di abad pertama Masehi di daerah di mana Mekah kelak dibangun. Hal ini karena suku² tersebut baru muncul dan beremigrasi dari Yemen ratusan tahun kemudian, dan membangun Mekah setelah mereka meninggalkan Yemen.

Ibnu Ishaq Mengarang Sejarah Palsu, dan Menunjukkan Kebodohannya.

Sebelumnya, aku telah menyebut bahwa orang yang pertama kali berusaha mengarang nama² suku yang hidup di Mekah dan menciptakan sejarah Quraysh adalah Ibn Ishaq. Dia hidup di abad ke-8 M.

Aku juga telah menyebutkan kebodohan Ibn Ishaq, pengetahuan sejarahnya yang terbatas, dan kebingungannya akan kronologi sejarah. Meskipun demikian, umat Muslim mempercayai tulisannya sampai hari ini. Ibn Ishaq menulis tentang kehidupan Muhammad, dan Ibn Hisyam lalu mengedit tulisannya. Dengan demikian biografi Muhammad yang ditulis oleh Ibn Ishaq dinamai sebagai Ibn Hisyam. Ini tulisan tertua dan terutama tentang kehidupan Muhammad. Tulisan² Ibn Ishaq, ditambah ucapan² Wahab bin Muhabbih, al-Shaabi, dan Ibn Abbas yang menulis di abad ke-8 dan 9 M, jadi fondasi sejarawan Muslim tentang sejarah Islam.
Tulisan Ibn Ishaq sarat dengan kesalahan sejarah. Contohnya, dia mengatakan Raja Salomo, putra Daud, menguasai seluruh dunia, sebelum Alexander Agung berhasil melakukan itu. [55] Kita tahu bahwa hal ini tidak benar.

Menurut Ibn Ishaq, agama Kristen berasal dari Roma melalui Kaisar Romawi yang beralih memeluk Kristen karena bertemu duabelas murid Yesus. Ibn Ishaq mengira bahwa Kaisar Konstantin yang hidup di abad ke-4 M, juga hidup di jaman Yesus. [56] Tentu hal ini sangat salah. Ibn Ishaq mengatakan bahwa salah seorang dari para pemimpin Yemen, yakni Tubb’a Asa’d Abu Kareb, yang berkuasa di Yemen tahun 410-425 M, menguasai China. [57] Sejarah tidak pernah menyebut keterangan tentang China seperti itu. Jika benar² terjadi maka tentunya catatan sejarah akan ramai menuliskan hal itu, akan tetapi tak ada bukti apapun yang menyatakan hal itu.

[55] Tarikh al-Tabari, vol. I, Dar al-Kutub al-Ilmiyeh (Beirut –Lebanon 1991), hal. 142
[56] Tarikh al-Tabari, vol. I, hal. 355
[57] Tarikh al-Tabari, I, 421
Image

Kaisar Kristen pertama Romawi, Constantine I. Ibn Ishaq mengira Kaisar Constantine hidup di jaman Yesus. Masyaawlooo... begonya si Ishaq.
Tulisan² Ibn Ishaq begitu sarat dengan kesalahan besar. Bagaimana mungkin dia bisa dianggap sebagai sejarawan yang terpercaya oleh Muslim sedangkan tulisannya sangat bertentangan dengan fakta literatur sejarah? Yang cukup dilakukannya untuk meyakinkan umat Muslim hanyalah menulis bahwa Ishmael hidup di Mekah dan membangun Ka’bah dengan bantuan Abraham! Sungguh ironis bahwasanya pendusta seperti Ibn Ishaq menjadi bapak sejarah palsu Islam.
Sudah waktunya Muslim melakukan penelaahan sendiri, mengatasi semua dusta, dan mempertanyakan kembali apa yang telah mereka percayai selama ini. Begitu mereka menyadari sejarah Islam yang sebenarnya, mereka akan mendapatkan kebenaran yang sejati.

Penyelidikan Ptolemius dan Lokasi Macoraba


Geografer Yunani, Claudius Ptolemius dari Alexandria, Mesir, lahir di tahun 90 M dan wafat di tahun 168 M. Dia menulis buku Almonagest, sebuah karya astronomi yang gemilang, dan juga buku tentang astrologi berjudul Tetrabilos. Di sekitar tahun 150 M, dia membaktikan dirinya untuk menyelidiki geografi bumi – khususnya pemetaan bumi. Dia terinspirasi oleh karya beberapa geografer yang hidup sebelum jamannya, termasuk Marinus, yang hidup di tahun 70-130 M. Para geografer ini merupakan pelopor penggunaan konsep garis² latitude dan longitude untuk pemetaan dunia. Ptolemius mengembangkan konsep ini dengan cara mengurangi jumlah latitude dan longitude yang digunakan Marinus sebelumnya. [58] Ptolemius menuliskan karya geografinya dan memberi judul Geografi, koordinasi latitude dan longitude, yang juga disebut garis² meridian, untuk menetapkan lokasi penting dalam peta di jamannya. Kebanyakan para ahli meragukan bahwa peta² yang menggunakan koordinatnya dibuatnya sendiri. Tapi mereka yakni bahwa geografer lain menggunakan konsep koordinatnya untuk membuat peta² mereka. [59]
[58] Josephi Fischer S.J., Commentatio de CL. Ptolemaci vita, operibus, influxu sacculari, pages 65-79 (dalam pendahuluannya atas publikasi Vatican akan buku Ptolemius: Claudii Ptolemaci Geographiac Urbinas Codex graccus 82 phototypice depictus); hal yang sama dinyatakan oleh Josephi Fischer dalam pendahuluannya akan Claudius Ptolemy The Geography, diterjemahkan oleh Edward Luther Stevenson, Dover Publications, INC, (New York, 1991, hal. 7
[59] Josephi Fischer dalam kata pengantarnya bagi buku Claudius Ptolemy, The Geography, diterjemahkan oleh Edward Luther Stevenson, Dover Publications, INC, (New York, 1991), hal. 5

Geografi Ptoleny menyebabkan orang bisa menetapkan tempat dengan tepat di jamannya, tapi kita juga harus mempertimbangkan beberapa penolakan yang dia sebut dalam karyanya. Dalam bukunya yang kedua, Ptolemius menyatakan lokasi² tempat atau kota yang telah dicatat terlebih dahulu dibandingkan jamannya, dan ternyata keterangan tersebut lebih akurat. [60] Jika dibandingkan sistem latitude dan longitude (lat & lon) yang kita pakai di jaman modern, sistem lat & lon Ptolemius tampak sederhana dan kurang tepat. Akan tetapi, sistemnya masih tetap berguna untuk mengetahui tempat² yang kemudian ditemukan, yang sebelumnya tak ada di penyelidikan² geografi terdahulu. Kita bisa menemukan letak kota² yang lebih baru dengan membandingkan letak kota² yang lebih tua. Keterangannya berguna untuk mengetahui letak kota² baru di sebelah selatan, utara, barat, timur dari kota tua.
[60] Claudius Ptolemy, The Geography, Book II, Claudius Ptolemy, The Geography, diterjemahkan oleh Edward Luther Stevenson, Dover Publications , New York, 1991, hal. 47

Dari sudut pandang penggunaan praktis, kriteria yang digunakan Ptolemius terbukti berguna untuk mencari kota² Timur Tengah dan Mesir yang disebutnya. Berdasarkan fakta² tersebut, karyanya berguna untuk mencari lokasi beberapa kota, misalnya kota Macoraba, yang ada di jamannya.
Di bukunya Geography jilid tujuh, Ptolemius mencatat koordinat lat & lon beberapa tempat² penting di Arabia. [61] Dengan mempelajari lat & lon ini, kita tahu bahwa kota Mekah tak pernah ada di jaman Ptolemius. Malah Ptolemius tidak menyebutkan kota apapun di jalur jalan daerah di mana Mekah kelak dibangun.
[61] Claudius Ptolemy, The Geography, buku VI bab VI, Claudius Ptolemy, The Geography, diterjemahkan oleh Edward Luther Stevenson, Dover Publications , New York, 1991, hal. 137-138

PtolemyMacoraba.jpg (285.92 KiB) Viewed 434 times PtolemyMacoraba.jpg
Macoraba adalah kota di bagian tengah Arabia yang disebut oleh Ptolemius. Sebagian orang ingin meyakinkan bahwa Macoraba sebenarnya adalah Mekah. Macoraba adalah kota baru, di jaman Ptolemius. Perkiraan itu menghasilkan kesimpulan bahwa Mekah dibangun di pertengahan abad ke-2 M. Kalaupun pendapat ini benar, tetap saja tak mendukung pernyataan Muslim bahwa Mekah adalah kota lama yang telah lama ada sejak jaman Abraham. Setelah mempelajari fakta² sejarah yang bersangkutan dengan Macoraba, kita bisa menyimpulkan dengan pasti bahwa Macoraba sudah jelas bukanlah Mekah, dan kita bisa membuktikan kesalahan anggapan bahwa Mekah didirikan di abad ke-2 M. Karena nama Macoraba tidak kedengaran sama dengan nama Mekah, ilmuwan Crone beranggapan bahwa Maqarib, dekat Yathrib, sebenarnya adalah Macoraba. Maqarib disebut oleh Yaqut al-Hamawi, geografer Arab yang hidup di tahun 1179-1229 M, dalam kamus geografinya yang berjudul Mujam al-Buldan. [62] Lokasi ini lebih bisa diterima daripada Mekah karena nama Maqarib lebih mirip dengan nama Macoraba daripada Mekah. Alasan lain adalah karena berdasarkan lat & lon dari Ptolemius, letak Maqarib lebih dekat dengan letak Macoraba yang sebenarnya daripada letak Mekah ke Macoraba.
[62] Yaqut al-Hamawi, Mujam al-Buldan, iv, 587; dikutip oleh Patricia Crone, Meccan Trade, Princeton University Press, 1987, hal. 136

Untuk menentukan dengan tepat lokasi Macoraba, para ahli menelaah kota Lathrippa yang disebut Ptolemius terletak pada longitude 71. Lathrippa diakui para ilmuwan pada umumnya sebagai kota Yathrib, kota yang telah banyak dicatat dalam berbagai sejarah. Ptolemius menulis bahwa kota Macoraba terletak pada 73 20 longitude, yang berarti sekitar tiga dan sepertiga derajat ke arah timur dari Yathrib, sedangkan Mekah terletak sebelah barat Yathrib. Dengan begitu, Macoraba sudah pasti bukanlah Mekah, atau kota manapun yang terletak di daerah sama di mana Mekah kelak dibangun. Macoraba seharusnya terletak di bagian lebih tengah Arabia, atau ke arah pantai timur Arabia.

Sekarang mari telaah latitude Macoraba. Dari latitude Macoraba kita bisa temukan data lebih banyak tentang lokasi historis Macoraba. Ptolemius menyatakan bahwa Macoraba bukanlah kota berikut di sebelah selatan Lathrippa / Yathrib, tapi kota keenam sebelah selatan. Kota Carna merupakan kota pertama di sebelah selatan Lathrippa, dan Macoraba adalah kota keenam. Carna adalah kota Yaman yang terkenal, milik kerajaan Minean yang disebut Strabo. Hal ini penting, karena Strabo menerangkan suku² utama Arabia selatan sebagai berikut:

Daerah ekstrim negara ini dihuni oleh empat suku terbesar; suku Minean … dengan kota terbesar mereka Carna; setelah itu suku Sabian, yang ibukotanya adalah Mariaba; ketiga adalah suku Cattabanian, yang rajanya disebut Tamna; dan sebelah paling timur adalah suku Chatramotitae, yang berarti Hadramout, dengan ibukotanya Sabata. [63]
[63] The Geogrophy of Strabo, Book 16, bab iv, 2 (The Geogrophy of Strabo, volume vii, diterjemahkan oleh Horace L. Jones , 1966, hal. 311)

Di masa lampau, kota Carna merupakan kota terpenting dan terbesar di kerajaan Yaman Ma’in. Carna adalah kota penting Arabia sehingga Ptolemius memperhatikannya. Karena Macoraba tertulis sebagai kota kelima sebelah selatan Carna, maka kita mengerti bahwa Ptolemius menggunakan Carna sebagai patokan bagi lima kota sebelah selatan Carna, termasuk Macoraba. Kita tak bisa menggunakan Lathrippa sebagai patokan untuk menetapkan Macoraba, karena Lathrippa terletak jauh di utara Macoraba, tapi lokasi Macoraba adalah sebelah selatan kota Minean terkenal yakni Carna. Ptolemius menulis longitude Macoraba terletak lebih dekat ke kota Carna. Dengan begitu, Macoraba tentunya terletak di Yaman, dekat Carna.

Seharusnya kita juga menengok daerah timur kota Yathrib untuk menetapkan kota Macoraba yang disebut Ptolemius. Pliny menulis tentang kota bernama Mochorba, dan dia mengatakan kota ini merupakan pelabuhan Oman di pantai Haramout di Arabia Selatan. Ada kemungkinan bahwa nama Macoraba itu berasal dari nama Mochorba. [64]
[64] Natural History of Pliny; Buku VI, bab 32

Karena Macoraba tidak pernah muncul di literatur sejarah manapun selain dari laporan Ptolemius, tentunya Macoraba adalah desa kecil di abad ke-2 M yang kemudian hilang. Kemungkinan suku kecil Oman berimigrasi dari pelabuhan Mochorba ke utara Yaman, dekat Carna, dan mendirikan desa kecil yang mereka namai mirip dengan nama kota asal mereka. Suku ini mungkin pergi ke daerah lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik, dan ini memang sering terjadi di Arabia. Kenyataan bahwa Macoraba tidak pernah disebut dalam berbagai laporan sejarah kuno menunjukkan bahwa tempat itu merupakan tempat yang ditinggali suku kecil saja, dan bukanlah kota besar yang penting.

Jika masalah nama Macoraba dibahas, maka nama ini perlu dikaitkan dengan nama kota Mochorba, dan bukannya dengan nama kota Mekah. Ini sama dengan kota New London di Amerika Serikat yang dinamai berdasarkan kota asli London di Inggris. Kita tidak bisa membahas asal-usul nama kota Amerika tanpa menghubungkannya dengan nama kota di Inggris, yang merupakan asal nama kota tersebut.
If a case for the name of Machorba should be opened, it should be seen in relation to the southern Arabian city of Mochorba, and not to Mecca. In the same manner, we see the city of New London in the United States as being named after the original city of London. We can’t open a case for the origin of the name of the American city apart from the English city after which it was named.

Mekah Tak Disebut di Literatur Ethiopia, Syria, Aramaik, dan Koptik


Tiadanya kota Mekah dalam literatur Ethiopia, Syria, Aramaik, dan Koptik merupakan bukti nyata bahwa Mekah belum dibangun di abad ke-3 M.
Mari telaah literatur Ethiopia. Bangsa Ethiopia mencatat kota² Arabia di sebelah pantai Laut Merah, terutama di daerah di mana Mekah kelak dibangun. Ternyata tak ada keterangan tentang Mekah dalam literatur mereka di abad ke-2, 3, dan 4 M. Ini menunjukkan bahwa Mekah tidak ada di jaman Ptolemius.
Bahwasanya Mekah belum dibangun sebelum abad ke-2 M merupakan fakta tak terbantahkan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah Mekah dibangun di abad ke-3 atau 4 M? Tiadanya literatur Syria, Aramaik, dan Koptik tentang Mekah menunjukkan bahwa Mekah baru ada setelah abad ke-3 M. Ilmuwan Crone melakukan penyelidikan akan literatur Koptik dan Syrian tentang Arabia, tapi tak satu pun menyebut tentang kota Mekah. [65]
[65] Patricia Crone, Meccan Trade, Princeton University Press, 1987, hal. 134,135

Literatur para penginjil dan misionaris Kristen yang aktif di Arabia di abad ke-4 M juga tak menyebut tentang Mekah sama sekali.
Kita tahu orang² Kristen di bawah Kekaisaran Byzantium mencoba memperkenalkan agama Kristen di Arabia. Kaisar Byzantium terutama menargetkan kota² utama Arabia dan mengirim para misionari untuk menginjili dan mendirikan gereja. Penginjilan ini begitu berhasil sehingga seorang bishop Arab ikut berpartisipasi di Pertemuan Nicea tahun 320 M. [66] Di tahun 354 M, Kaisar Konstantin II mengirim Theophilus Indus ke Arabia untuk menginjili. Dia mendirikan gereja² di Eden, Thafar dan Hermez. Bangsa Ethiopia mengirim para misionaris ke Arabia untuk menginjili kota² sepanjang Laut Merah. Orang² Nestoria mengirim para misionaris ke Hijaz; masuk ke Arabia utara dan barat tengah di mana Mekah kelak dibangun. Gereja Hira di Iraq Utara juga mengirim para misionaris ke Arabia.
[66] Nallino Carlo Alfonso, Raccolta di Scritti editti E ineditti, Roma, Istituto per l'Oriente, 1939-48 , Vol.III, hal. 122 ; Caetani, Annali Dell' Islam, I, (1907), hal. 125

Tak ada keterangan tentang Mekah sama sekali di seluruh catatan sejarah Kristen di jaman tersebut. Ini membuktikan bahwa Mekah memang belum ada di abad ke-3 M, atau awal abad ke-4 M. Karena Mekah itu dihuni banyak suku, dan dibangun oleh suku besar Khuzaa’h, maka Mekah tentunya bukanlah desa kecil saja sehingga tidak menarik perhatian para misionaris dan gereja² Kristen Mesopotamia, Ethiopia, dan Byzantium.
Sekali lagi, literatur sejarah membuktikan bahwa Mekah dibangun ribuan tahun setelah jaman yang dinyatakan Muslim.
=========================
AYAT QUR'AN YANG SANGAT SALAH dan BERTENTANGAN DENGAN SELURUH FAKTA SEJARAH:Qur'an, Sura Al-Baqarah (2), ayat 127
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah/Ka'bah bersama Ismail: "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
================================

Back to Index


Diterjemahkan oleh Adadeh & Podrock : Netter FFI Indonesia dan dikutip dari FFI Indonesia

 

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money