Global Voices Advocacy - Defending free speech online

Oct 1, 2011

Apakah Quran Wahyu Ilahi - Part C-1

Jay Smith : Apakah Quran Wahyu Ilahi

Apakah Quran Wahyu Ilahi

Oleh : Jay Smith
diterjemahkan oleh Badranaya , Netter FFI Indonesia.

C. Kritik Internal Dalam Tubuh Qur'an Sendiri

Sementara Muslim senang dengan pendekatan kritis kepada semua kitab, termasuk Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, ironisnya mereka menuntut posisi yang unik dan tertinggi untuk Al Qur'an, dengan mengklaim kekuasaan tertinggi atas semua kitab lainnya, karena menurut mereka, awalnya Quran tidak pernah ditulis oleh manusia dan tidak pula tercemar oleh pikiran dan gaya menulis manusia . Alasan seperti itu karena keyakinan bahwa Quran berasal dari "Ibu segala Buku" (diambil dari Surah 43:3-4).

C.1. Pujian Atas Qur'an Yang Dikarang-karang

Muslim mengklaim bahwa keunggulan Al-Qur'an atas semua wahyu lainnya adalah karena struktur dan gaya sastranya yang canggih. Mereka mengutip dari Surah 10:37-38, 2:23 atau 17:88, yang mengatakan:
Tidaklah mungkin Al Qur’an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.
Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu),maka cobalah datangkan sebuah Suraht semisalnya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Q 10:37-38)
Gema membanggakan ini berasal dari Hadis (Mishkat III, pg.664), yang mengatakan: Al-Qur'an adalah keajaiban terbesar di antara keajaiban dunia. Buku ini tidak ada duanya di dunia menurut keputusan bulat dari orang-orang terpelajar dalam poin dari gaya penyajiannya, retorika, gaya bahasa, pemikiran dan logika hukum dan peraturan untuk membentuk nasib umat manusia. "

C.1.a. Keunikan Al-Qur’an

Muslim menyimpulkan bahwa karena tidak ada karya sastra yang setara dengan Quran, ini membuktikan bahwa Al Qur'an adalah mukjizat diturunkan dari Allah, dan bukan karya tulis satu orang pun. Adalah sifatnya yang unik ini, yang dalam bahasa Arab disebut i'jaz , yang muslim percayai - membuktikan penulisan ilahi, dan dengan demikian menegaskan statusnya sebagai sebuah mukjizat, dan menegaskan peran Muhammad serta kebenaran Islam (Rippin 1990:26).

Namun, Al Qur’an sendiri menyajikan keraguan formulasi awal, dan tentu saja menciptakan kecurigaan tentang keunikannya. Padahal kita tahu bahwa itu tidak sampai akhir abad kesepuluh bahwa gagasan tentang keunikanan ini mengambil ekspresinya secara penuh, terutama dalam menanggapi tulisan-tulisan polemik Kristen waktu itu (Rippin 1990:26).

Kalangan muslim tertentu yang bertanya-tanya apakah pertanyaan keunikan ini sama sekali tepat untuk Al-Quran. C.G. Pfander, cendekiawan Islam, pada tahun 1835 menunjukkan bahwa, "Ini tidak berarti pendapat universal ulama Arab tak berprasangka bahwa gaya sastra Quran lebih unggul dari semua buku lain dalam bahasa Arab. Beberapa kalangan ragu apakah Qur’an bisa mengungguli Mu'allaqat oleh Quais Imraul, atau Maqamat oleh Hariri baik dalam kefasihan dan puisi, meskipun di negara Muslim hanya sedikit saja orang yang cukup berani untuk menyatakan pendapat seperti itu. " (Pfander 1835:264)

Pfander menguraikannya dengan membandingkan Al Qur'an dengan Alkitab. Dia menyatakan, "Ketika kita membaca Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani asli, banyak sarjana berpendapat bahwa kefasihan bahasa dalam kitab Yesaya, Ulangan, dan banyak Mazmur, misalnya, lebih agung daripada setiap bagian dari Quran. Hampir tidak ada orang tapi Muslim akan menyangkal hal ini, dan mungkin tidak ada Muslim yang tahu bahasa Arab dan Ibrani dengan baik akan mampu menyangkalnya. "(Pfander 1835:266)

C.1.c. Cacat-cacat Sastra

Bahkan mantan Ulama Muslim Dashti meratapi cacat sastra Al-Qur'an dengan berkata, "Sayangnya Qur'an parah diedit dan isinya diatur secara bodoh". Dia menyimpulkan bahwa, "Semua yang mempelajari Al Qur'an mempertanyakan mengapa para editor Qur’an tidak menggunakan metode alami dan logis dalam menyusunnya berdasarkan tanggal pewahyuan, seperti halnya dalam naskah Ali bin Abu Talib yang dihilangkan." (Dashti 1985:28)

Setelah membaca Surah-Surah dalam Al-Qur'an seseorang akan segera menyadari bahwa semua itu itu tidak kronologis. Menurut tradisi, Surah-Surah yang terpanjang di awal adalah ayat-ayat yang disampaikan terakhir, dan Surah-Surah terpendek yang diletakan di akhir dianggap diwahyukan paling awal. Namun tradisi-tradisi yang sama memberitahu kita bahwa ada Surah-Surah tertentu yang mengandung ayat-ayat yang diwahyu baik di awal dan dan di akhir pelayanan Muhammad. Sehingga sulit untuk mengetahui apakah setiap pernyataan dalam Al Qur'an adalah pewahyuan yang awal atau yang terakhir.

Masalah lain adalah bahwa pengulangan. Al-Qur'an, seperti yang telah diberathukan kepada kita, dimaksudkan untuk dihafalkan oleh mereka yang buta huruf dan tidak berpendidikan. Oleh karena itu dalam Quran terdapat prinsip pengulangan yang tak berujung dari bahan yang sama (Morey 1992:113). Ini semua mengarah kepada kebingungan bagi pembaca pemula, dan tampaknya untuk menunjuk pada sebuah pengingatan gaya pendongeng disebutkan sebelumnya.

Al Qur'an memiliki kesulitan sastra lainnya. "Idea dalam masing-masing bab melompat dari satu topik ke yang berikutnya, dengan duplikasi dan inkonsistensi jelas nyata dalam tata bahasa, hukum dan teologi yang berlimpah" (Rippin 1990:23). Bahasa Qur’an memang semi-puitis, sementara tata bahasanya, karena kelalaian, begitu tigak tegas (elliptical), sering tidak jelas dan ambigu. Ada perselisihan gramatikal (seperti penggunaan verba majemuk, dengan subyek tunggal), dan ketidak-konsistenan dalam perlakuan jenis kelamin kata benda (untuk contoh, lihat Surah 2:177; 3:59; 4:162, 5:69, 7: 160, dan 63:10) (Rippin 1990:28). (pent- dalam banyak bahasa spt Arab, Prancis dsb. Kata benda dibagi kedalam dua kategori : maskulin dan feminin, dengan perlakuan kata benda, kata ganti dan kata kerja yang berbeda pula. Hal yang tidak kita miliki dalam bahasa Indonesia) Banyak kali kalimat dalam Surah yang tanpa kata kerja, dan mengasumsikan pembacanya memahami informasinya dengan baik. Qur’an memiliki penjelasan sedikit dan akibatnya sulit untuk dibaca.

Ini bukan hanya masalah struktural. Patricia Crone menunjuk bahwa, "di dalam kumpulan ayat saja hal-hal sepele yang ditempatkan secara keliru sering kali secara mengejutkan ditemukan. Tuhan bisa muncul sebagai orang pertama dan ketiga dalam satu kalimat yang sama.. Mungkin ada kelalaian, yang jika tidak dibetulkan oleh terjemahannya, akan memperlihatkan kebodohan yang nyata." (Cook 1983:68)

Menanggapi tuduhan ini, teolog tata-bahasa al-Rummani (meninggal 996 M) berpendapat bahwa ketidak-jelasan dan penyimpangan gramatikal adalah perangkat retoris benar-benar positif dan bukan bukti menulis terburu-buru atau ceroboh (Rippin 1990:27). Namun argumen semacam ini hampir mustahil untuk dipahami, karena kurangnya literatur sekuler sejaman dengan yang untuk membandingkan. Hal ini meninggalkan "satu-satunya kartu argumen dogmatis” ... tapi kartu yang satu ini yang sering dipakai (seperti banyak argumen keagamaan lainnya) dalam praduga Islam sendiri." (Rippin 1990:27).

Namun demikian, telah banyak cara dilakukan oleh non-muslim untuk menyanggah anggapan di atas dengan mengekspos alasan yang benar untuk penyimpangan ini. Al-Kindi, seorang Kristen yang dipekerjakan di istana khalifah, melakukan diskusi dengan para Muslim sedini 830 M ( yang saya percayai beberapa sesaat setelah kanonisasi Al-Qur’an). Dia sepertinya memahami agenda umat Islam waktu itu. Mengantisipasi klaim oleh umat Islam bahwa Al Qur'an itu sendiri adalah bukti inspirasi ilahi dia menanggapi dengan mengatakan:

“Hasil dari semua ini [proses dimana Al-Qur'an datang menjadi ada] adalah paten bagi anda yang telah membaca tulisan suci dan melihat bagaimana, dalam kitab Anda, sejarah semua campur aduk bersama dan berkelit-kelindan, sebuah bukti bahwa banyak tangan yang berbeda yang memiliki perbedaan nyata telah bekerja di dalamnya, dan menyebabkan ketidak-cocokan, penambahan, pemotongan apapun yang mereka suka atau tidak suka. Apakah seperti itu, sekarang, kondisi sebuah wahyu diturunkan dari surga? " (Muir 1882:18-19,28)
     Menariknya, pernyataan Al-Kindi sedini awal abad 9 M ternyata selaras dengan kesimpulan Wansbrough lebih dari sebelas ratus tahun kemudian, keduanya mempertahankan bahwa Quran adalah hasil dari kompilasi serampangan oleh redaktur kemudian satu abad atau lebih setelah kejadian (Wansbrough 1977:51).

C.1.d. Klaim Keuniversalan Qur’an

Kesulitan lain dalam Al Qur'an adalah ruang lingkupnya. Beberapa negara ayat mengatakan bahwa Qur’an adalah buku hanya untuk orang Arab (Surah 14:04; 42:7; 43:3 dan 46:12), sementara ayat-ayat lain menyiratkan itu adalah wahyu bagi semua orang dan di segala jaman (Surah 34:28 ; 33:40). Apakah aplikasi universal ini datang di kemudian hari, ditambahkan setelah Islam merambah dan merangsek negeri-negeri asing, dan di syiarkan antara orang-orang asing? Jika demikian, maka hal ini menempatkan keraguan atas keandalannya sebagai sumber awal.

C.1.e. Interpolasi (Penyisipan) 

Dalam Al-Qur'an ada juga kasus yang jelas yang berkaitan dengan interpolasi. Sebuah contoh dirujuk oleh Michael Cook dapat ditemukan di Surrah 53, di mana "teks dasar terdiri dari seragam ayat pendek dengan gaya yang terinspirasi, namun di dua tempat itu terganggu oleh penekanan prosai yang bertele-tele dan cukup membosankan yang keluar konteks."(Cook 1983:69) Apakah ini datang dari sumber yang sama? Bahkan apakah mereka sebenarnya termasuk dalam Surah ini?

Fitur lain yang signifikan adalah kerapnya kita temukan versi alternatif dari bagian yang sama di berbagai bagian Al Qur'an. Cerita yang sama dapat ditemukan diulang dengan variasi kecil dalam Surah yang berbeda. Ketika ditempatkan berdampingan, berbagai versi ini sering menunjukkan jenis yang sama, sehingga kita bisa menemukan versi paralel dari tradisi lisan (Cook 1983:69). Sekali lagi kita diperhadapkan dengan contoh lain dari sebuah buku tidak ditulis oleh seorang penulis tunggal, tetapi sebuah buku disusun kemudian oleh sejumlah individu.

Masalah ini menjadi lebih jelas ketika kita melihat beberapa kutipan dari kitab-kitab lain yang kita temukan dalam Al Qur'an.

Back to Index


Diterjemahkan oleh Badranaya dan dikutip dari FFI Indonesia

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money