Global Voices Advocacy - Defending free speech online

Sep 12, 2011

Pembersihan Etnis Yahudi Banu Nadir/Nadr di Medinah oleh Muhammad — Juli, 625M

Pembersihan etnis Yahudi Banu Nadir/Nadr di Medinah oleh Muhammad

Pembersihan Etnis Yahudi Banu Nadir/Nadr dari Medinah oleh Muhammad — Juli, 625M

Dari Faithfreedompedia


Teror 28: Pembersihan Etnis Yahudi Banu Nadir/Nadr dari Medinah oleh Muhammad — Juli, 625M
[A SINA: Muslim vs Bani NADR (Uhud 625M & Khaibar 628M

Kaum Yahudi B. Nadir tinggal di tanah subur tak jauh dari Medinah. Mereka adalah kaum Yahudi yang makmur, menguasai tanah pertanian yang luas dan menanam perkebunan kurma di tanah itu. Mereka merupakan sekutu suku B. Amir. Seperti yang telah disebut di Bagian 7, Muhammad hendak bertemu dengan Yahudi B. Amir untuk minta ganti uang darah dari mereka atas pembunuhan 2 orang B. Amir yang dibunuh karena salah sangka oleh pembunuh bayaran Amr b. Umayya al-Damri.

Jadi Muhammad dan beberapa pengikutnya, termasuk Abu Bakr, Ali dan Umar mengunjungi daerah tempat tinggal B. Nadir, yang letaknya 2 sampai 3 mil dari Medinah dan meminta ketua B. Nadir untuk membayar ganti uang darah yang telah Muhammad bayar kepada B. Amir. Para Yahudi B. Nadir menerima Muhammad dengan hormat dan memintanya duduk. Mereka mendengarkan dengan seksama atas permintaannya dan setuju untuk memenuhi permintaan Muhammad. Mendengar bahwa B. Nadir dengan cepat menyatakan setuju untuk membayar, Muhammad merasa sangat tidak senang. Sebenarnya dia berharap agar kaum Yahudi B. Nadir menolak permintaannya, sehingga dia punya alasan bagus untuk menyerang mereka dan merampas tanah dan harta benda mereka.[124]

Setelah setuju dengan permintaan Muhammad untuk mengganti uang darah, orang2 Yahudi B. Nadir pergi ke ruang lain untuk berdiskusi diantara mereka sendiri. Hal ini membuat Muhammad merasa takut. Waktu itu dia sedang duduk di dekat tembok rumah, dan dia mengira orang2 Yahudi B. Nadir sedang merencanakan untuk membunuhnya. Dia menuduh orang2 Yahudi ingin membunuhnya dengan menjatuhkan batu dari atas rumah. Seperti biasanya, dia berpura-pura malaikat Jibril memberitahu dia akan hal itu.[125] Maka dia tiba2 berdiri dan pergi meninggalkan tempat itu, seperti ingin cepat2 buang air [126] dan meminta yang lain, termasuk Abu Bakr, Umar dan Ali tidak meninggalkan tempat itu sampai dia kembali. Ketika kawan2nya menunggu lama dan Muhammad tetap juga tidak kembali, mereka pergi mencari dia. Dalam perjalanan ke Medina mereka bertemu dengan orang yang mengatakan bahwa dia melihat Muhammad menuju Medina. Ketika mereka bertemu Muhammad di Medina, dia mengatakan pada mereka tentang persepsinya bahwa B. Nadir merencanakan untuk membunuhnya dan memerintah orang2 Muslim bersiap untuk menyerang B. Nadir.

Dengan keinginan jelas untuk melakukan perang dan merampas harta benda Yahudi dalam pikirannya, Muhammad memerintah salah satu pembunuh bayarannya yakni Muhammad ibn Maslamah (Ingat? Orang inilah yang membunuh Ka’b b. Ashraf, lihat Teror 17, Bagian Lima) untuk pergi menghadap orang2 Yahudi B. Nadir untuk mengumumkan pada mereka perintah untuk meninggalkan Medinah. Dia memberikan waktu 10 hari bagi orang2 Yahudi untuk meninggalkan Medina dan jika mereka melampaui batas waktu, mereka akan dibunuh – begitulah ancaman dari Muhammad. Orang2 Yahudi B. Nadir kaget ketika mendengar perubahan hati Muhammad yang tiba2 itu. Mereka sukar percaya akan hal ini bisa dilakukan oleh Muhammad yang ngaku2 sebagai utusan Tuhan. Mereka lebih kaget lagi ketika mendengar ancaman itu dikatakan oleh Muhammad ibn Maslamah yang tidak punya permusuhan apapun dengan orang2 Yahudi. Ketika para Yahudi B. Nadir mengatakan keheranan mereka atas sikap Muhammad ibn Maslamah, dia berkata, “Hati telah berubah, dan Islam sudah menghapuskan perjanjian damai yang ada.”[127]

124 Heykal, Ch. B. Nadir
125 Mubarakpuri, p.355
126 Rodinson, p.192



Ketika Abd Allah ibn Ubayy mengetahui keadaan genting yang dihadapi kaum Yahudi B. Nadir, dia mengirim pesan kepada mereka bahwa dia sendiri akan datang dengan bantuan 2.000 tentara Yahudi dan Arab. Tapi kaum Yahudi B. Nadir ingat bahwa orang yang sama ini pula yang menjanjikan bantuan pada kaum Yahudi B. Qaynuqa tapi akhirnya janjinya tidak ditepatinya sendiri. Maka pada awalnya kaum Yahudi B. Nadir mengambil keputusan untuk mengungsi ke Khaybar atau daerah sekitaranya. Mereka mengira mereka masih bisa datang ke Yathrib (Medina) untuk menuai hasil perkebunan mereka dan kembali ke pengungsian mereka di Khaybar. Huyayy ibn Akhtab, ketua B. Nadir, akhirnya mengambil keputusan untuk tidak mengambil keputusan itu. Dia mengirim pesan kepada Muhammad bahwa kaum Yahudi menolak perintahnya dan masuk ke dalam benteng mereka dan mengumpulkan bahan makanan sampai cukup untuk waktu setahun dan bersiap-siap untuk mempertahankan diri mereka sendiri. Jadi tidak ada seorang pun Yahudi yang meninggalkan Medina sampai batas waktu 10 hari lewat. Muhammad sekarang punya alasan kuat untuk menyerang kaum Yahudi.

Begitu Muhammad ibn Maslamah kembali ke Medinah dengan berita dari orang Yahudi, Muhammad di mesjidnya segera memerintahkan para Jihadinya untuk mempersenjatai diri dan bergerak untuk mengepung benteng kaum Yahudi B. Nadir. Tentara Muslim yang dipimpin Muhammad mulai berbaris menuju B. Nadir yang sudah berlindung dalam benteng mereka yang kokoh. Pada awalnya, kaum Yahudi menyerang para pengepung Muslim dengan panah dan batu dan bertahan dengan gagah. Meskipun sudah diduga sebelumnya, mereka tetap merasa sangat kecewa ketika bantuan yang dijanjikan Abd Allah ibn Ubayy, atau dari sumber2 yang tadinya dapat dipercaya. Pengepungan berlangsung dari 15 sampai 20 hari, dan Muhammad jadi semakin tak sabar. Akhirnya, agar musuh cepat menyerah, Muhammad melanggar aturan perang Arab dengan memotong pohon2 kurma di sekeliling daerah itu dan membakarnya. Ketika kaum Yahudi protes atas pelanggaran aturan perang itu, Muhammad memohon wahyu spesial dari Allah (Q 59:4) yang dengan segera dikirim turun, yang memperbolehkan penghancuran pohon2 kurma milik musuh. Di ayat ini Allah dengan murah hatinya memberi ijin pada kaum Muslim untuk membabat habis pohon2 kurma: katanya ini bukan penghancuran tapi pembalasan dari Allah dan untuk merendahkan para pelaku kejahatan.[128] Dengan ini pula diperbolehkan untuk membabat ladang pertanian dan membakarnya dalam perang.


Ini Hadisnya:
Hadis Sahih Bukhari, Volume 3, Buku 39, Nomer 519:
Dikisahkan oleh Abdullah:
Sang Nabi memerintahkan pembakaran pohon2 palem suku Bani-An-Nadir dan menebangnya di tempat yang bernama Al-Buwaira.
Penyair Muslim (atau penulis berita perang pada jaman itu) yang bernama Hassan b. Thabit ternyata menikmati penghancuran ladang kehidupan kaum Yahudi B. Nadir dan mengarang syair tentang tindakan biadab para Jihadi. Hassan bin Thabit menuliskan dalam sebuah syair puitis: “Para ketua Bani Lu'ai dengan leluasa melihat api menyebar di Al-Buwaira.”

127 Tabari, vol. vii, p.158-159
128 Ibn Ishaq, p.438



Setelah Muhammad menghancurkan sumber hidup satu2nya milik mereka, B. Nadir merasa tak berdaya dan tidak punya pilihan lain selain menyerah dan meninggalkan tanahnya. Sebagai gantinya, mereka meminta Muhammad agar tidak membunuh mereka. Muhammad menyetujui permintaan mereka dengan syarat mereka hanya diperbolehkan membawa harta benda yang bisa diangkut oleh unta2 mereka. Muhammad juga menuntut kaum Yahudi menyerahkan senjata2 mereka. Kaum Yahudi menuruti persyaratan yang merendahkan ini dan mereka memuati 600 unta mereka dengan harta benda mereka dan lalu pergi dari tanah tempat tinggal mereka. Sebagian dari mereka, termasuk para pemimpin mereka yang bernama Huyey, Sallam dan Kinana pergi ke Khaybar. Sebagian lagi pergi ke Yerikho dan dataran tinggi Syria Selatan. Hanya dua orang dari mereka memeluk Islam dan kedua orang ini memperoleh kembali tanah dan semua harta bendanya.

[Catatan: Hukum Syariah tentang penghancuran barang2 milik musuh mengatakan sebagai berikut: Dalam Jihad diijinkan untuk memotong pohon2 musuh dan menghancurkan rumah2 mereka.[129]

Segera setelah pengusiran kaum Yahudi B. Nadir selesai dilaksanakan, Muhammad mengambil alih pemilikan atas kekayaan mereka dan menjadikannya barang miliknya pribadi yang dapat diperlakukan sekehendaknya. Dia menyatakan bahwa barang jarahan dari B. Nadir adalah milik Allah dan dia[130], tanpa menerapkan hukum pembagian barang jarahan yang biasa sebab barang2 jarahan ini didapatkan tanpa pertempuran. Dia membagi-bagi tanah sesuai dengan pertimbangannya, dan memilih daerah yang terbaik bagi dirinya sendiri. Kemudian sisa tanah yang lain dibagi-bagikan kepada kaum Muhajir (yang hijrah dari Mekah ke Medinah) dan dua orang warga Medinah (Ansar). Dengan begini, kaum Muhajir jadi bisa berdikari dan makmur. Muhammad, Abu Bakr, Umar, Zubayr dan sahabat2 Muhammad mendapat banyak lahan yang sangat bagus. Barang jarahan lain terdiri dari 50 baju perang, 50 perlengkapan perang dan 350 pedang. Karena itu pengusiran kaum Yahudi B. Nadir merupakan sukses pendapatan material yang besar bagi Muhammad. Seluruh Sura 59:al- Hashr berhubungan dengan permasalahan dengan B. Nadir, di mana Allah berkata bahwa kaum Yahudi B. Nadir tunduk karena dimasukkannya teror dalam hati mereka. Teror sebagai hukuman dari Allah menjadi senjata andalah yang sah bagi Muhammad.


Hussain Haykal menulis tentang keberhasilan teror dan penjarahan ini sebagai hadiah terbesar bagi kaum Muslim. Barang jarahan tidak dibagi-bagikan diantara seluruh Muslim tapi dianggap sebagai barang yang dipercayakan kepada kaum Muhajir setelah mengambil sebagian untuk membantu Muslim yang miskin dan kekurangan. Dengan begitu keadaan ekonomi kaum Muhajirun jadi jauh membaik untuk pertama kalinya. Sekarang kaum Muhajirun mempunyai kekayaan yang sama dengan kekayaan warga Medinah.[131]

Hussain Haykal menulis akan hal ini:
Setelah pengusiran kaum Yahudi B. Nadir, Muhammad membagi-bagikan tanah mereka kepada kaum Muhajir dan dengan ini mereka merasa sangat puas dengan tanah mereka yang baru. Kaum Ansar pun sama puasnya karena mereka tidak lagi harus menyokong dana bagi kaum Muhajir.[132]

Dengan hasil penjarahan ini Muhammad menjadi orang yang amat kaya raya di Medinah dan kaum Muhajir sekarang punya tempat tinggal permanen bagi hidup mereka.

129 Reliance of the Traveler, law o9.15, p.604
130 Ibn Ishaq, p.438
131 Heykal, Ch. B. Nadir
132 Haykal, Ch. Between Badr and Uhud



Sampai saat keluarnya kaum Yahudi B. Nadir dari Medinah, sekretaris Muhammad adalah orang Yahudi. Muhammad memilih dia karena ketrampilannya dalam menulis surat dalam bahasa Ibrani, Syria dan Arab. Setelah pengusiran B. Nadir, Muhammad tidak percaya lagi terhadap non-Muslim untuk menulis suratnya. Karena itu dia meminta Zayd ibn Thabit, seorang Medinah muda, untuk belajar dua bahasa dan menunjuknya sebagai sekretaris untuk semua hal. Zayd ibn Thabit inilah yang nantinya mengumpulkan ayat2 dan dijadikan satu buku Qur’an pada jaman kalifah Abu Bakr dan Uthman. Muhammad juga mengaku bahwa kekayaan B. Nadir adalah hadiah spesial dari Allah untuknya. Dia menjual jarahan barang2 B. Nadir untuk membeli peralatan perang, kuda2, menafkahi istri2nya dan menggunakan barang2 milik B. Nadir untuk kebutuhan istri2nya. Ini Hadis Sahih Bukhari tentang hal tsb.:
Hadis Sahih Bukahri, Volume 6, Book 60, Number 407:
Dikisahkan oleh Umar:
Harta benda milik Bani An-Nadir merupakan sebagian barang jarahan yang diberikan Allah pada RasulNya (karena) barang2 jarahan seperti itu tidak didapat dari peperangan yang dilakukan kaum Muslim, atau dengan pasukan berkuda, atau dengan pasukan berunta. Jadi barang2 ini adalah milik Rasul Allah saja, dan dia menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan tahunan para istrinya, dan menggunakan sisa dana untuk membeli persenjataan dan kuda sebagai peralatan perang yang digunakan untuk Tujuan Allah.
Ini Hadis Sunaan Abu Daud tentang hak tunggal Muhammad akan barang jarahan milik B. Nadir, Fadak dan Khaybar:

Hadith from Sunaan Abu Dawud, Book 19, Number 2961:
Dikisahkan oleh Umar ibn al-Khattab:
Malik ibn Aws al-Hadthan berkata: Salah satu pertentangan yang diajukan Umar adalah bahwa dia berkata bahwa Rasul Allah menerima tiga hal bagi dirinya sendiri: Banu an-Nadir, Khaybar dan Fadak. Kekayaan Banu an-Nadir dimiliki semuanya bagi kebutuhannya yang semakin banyak, Fadak bagi para pengelana, dan Khaybar dibagi oleh Rasul Allah dalam tiga bagian: dua untuk kaum Muslim, dan satu sebagai sumbangan bagi keluarganya. Jika ada yang sisa setelah disumbangkan bagi keluarganya,
dia membaginya diantara para Emigran (Muhajir) yang miskin.
Sekali lagi kita melihat bahwa terorisme memberi banyak kekayaan bagi Muhammad dan pengikutnya para Jihadis yang fanatik.

Banyak ahli Islam yang seringkali mengatakan: “Tidak ada paksaan dalam agama” (Q 2:256) untuk menunjukkan kebebasan beragama dalam Islam. Akan tetapi mereka dengan cerdiknya menghindari konteks penggunaan ayat ini. Ayat ini berhubungan dengan anak dari orangtua Muslim yang dibesarkan oleh orang2 Yahudi B. Nadir. Ini terjadi karena di jaman itu, orang2 Muslim yang kesulitan punya anak biasa bersumpah bahwa jika Allah memberi mereka anak, maka mereka akan menyerahkan anak2 mereka untuk dibesarkan oleh kaum Yahudi. Ketika Muhammad melakukan pembersihan rasial kaum Yahudi B. Nadir, orangtua2 Muslim dari anak2 ini bertanya padanya apa yang harus mereka perbuat dengan anak2 mereka. Muhammad memperbolehkan anak2 ini untuk tetap jadi Yahudi dengan berkata, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Karena itu pula, ayat 2:256 tidak ada hubungannya dengan kebebasan beragama sama sekali. Ini Hadisnya:
Hadith Sunaan Abu Dawud, Book 14, Number 2676:
Dikisahkan oleh Abdullah ibn Abbas:
Ketika anak2 dari seorang wanita (jaman pra-Islam) tidak selamat (meninggal dunia), dia bersumpah atas dirinya sendiri jika anak2nya dapat terus hidup, dia mau menjadi Yahudi. Ketika Banu an-Nadir diusir (dari Arabia), terdapat beberapa anak2 Ansar diantara mereka. Mereka (para Ansar) berkata:
Kami tidak mau meninggalkan anak2 kami. Jadi Allah yang Maha Tinggi menyatakan, “Tidak ada paksaan dalam beragama. Kebenaran tampak nyata (berbeda) dari kesalahan.”

Teror 29 : Serangan atas B. Ghatafan di Dhat al-Riqa oleh Muhammad — Oktober, 625M

Setelah pengasingan atas kaum Yahudi B. Nadir, Muhammad tinggal di Medinah selama dua bulan. Dia menerima berita bahwa beberapa suku B. Ghatafan sedang berkumpul di Dhat al Riqa untuk tujuan yang mencurigakan. Ghatafan adalah suku Arabia, keturunan dari Qais.[133]. Muhammad memimpin tentaranya menuju Nakhl untuk menyerang B. Muhamrib dan B. Thalabah, cabang suku Ghatafan. Operasi militer ini disebut sebagai Dhat al-Riqa’ (gunung tambal) karena gunung di mana peristiwa ini terjadi punya warna bertambal hitam, putih dan merah di permukaannya. Muhammad melakukan serangan mendadak pada mereka dengan kekuatan 400 (atau 700) tentara. Kaum Ghatafan lari ke gunung2, meninggalkan kaum wanita mereka di tempat tinggalnya. Tidak terjadi pertempuran tapi Muhammad menyerang tempat tinggal mereka dan membawa semua kaum wanita termasuk seorang gadis yang sangat cantik.[134] Ketika waktu sembahyang tiba, kaum Muslim takut jika orang2 Ghatafan akan turun gunung dan melakukan serangan mendadak ketika mereka sembahyang. Dalam menangani rasa takut ini, Muhammad memperkenalkan ‘sembahyang dalam waktu bahaya’. Diatur agar beberapa tentara menjaga tentara lain yang melakukan sembahyang. Setelah selesai, yang tadi berjaga mengambil giliran sembahyang. Jadi sembahyang umum dilakukan dua kali. Sebuah wahyu datang dari Allah (Q 4:100-102) tentang mempersingkat waktu sembahyang
.
Ketika Muhammad sedang beristirahat di bawah naungan sebuah pohon di Dhat al-Riqa, seorang pagan datang padanya dengan maksud untuk membunuhnya. Orang itu memainkan pedang Muhammad dan mengarahkan pedang itu padanya sambil bertanya apakah Muhammad merasa takut atau tidak. Muhammad mengaku bahwa Allah akan melindunginya dan dia tidak takut sama sekali. Orang pagan itu lalu menyarungkan pedang dan mengembalikannya pada Muhammad. Atas kejadian ini, Allah mengeluarkan Q 5:11, yang menyatakan perlindunganNya atas Muhammad saat ada orang yang bermaksud mengambil nyawanya. Setelah 15 hari kemudian, Muhammad kembali ke Medinah. Tapi dia merasa tidak tenang. Dia menduga orang2 B. Ghatafan akan menyerang mendadak untuk mengambil kembali kaum wanita mereka.

133 Dictionary of Islam, p.139 
134 Ibn Sa’d, p.74


Anehnya, Sirat (biografi Muhammad) tidak menulis sama sekali tentang apa yang terjadi atas para tawanan wanita Ghatafan itu. Aku mencari informasi akan hal ini dari berbagai sumber Islam yang terkemuka, tapi mereka semua membisu bagaikan ikan. Jika aku harus mengikuti hukum2 Islam, maka aku sangat yakin bahwa kaum wanita ini akan dibagi-bagikan kepada kaum Jihadi untuk dinikmati atau dijual sebagai budak2 untuk mengumpulkan dana bagi perang sebagaimana hukum barang jarahan berlaku.

1 comments:

agilnie ardiyan said...

Syukron... Infonya Bermanfaat
Barakallah fii

Aqidah
Fiqh
Tajwid

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money