Global Voices Advocacy - Defending free speech online

Oct 1, 2011

Apakah Quran Wahyu Ilahi - Part B-5&6

Jay Smith : Apakah Quran Wahyu Ilahi

Apakah Quran Wahyu Ilahi

Oleh : Jay Smith
diterjemahkan oleh Badranaya , Netter FFI Indonesia.


B. Masalah-masalah dalam Tradisi Islam

B.5. Kemiripan-kemiripan

Di sisi lain, banyak dari tradisi mencerminkan materi yang sama seperti yang lain, menyiratkan daur ulang dari tubuh data yang sama selama berabad-abad tanpa referensi apapun dari mana ia berasal.

Ambil contoh sejarah al-Tabari tentang kehidupan nabi yang sama seperti Sira Ibn Hisham, dan banyak yang sama dengan karyanya "Penjelasan tentang Al Qur'an," yang sama seperti koleksi Hadis Bukhari. Karena kesamaan mereka di tanggal yang kemudian, mereka tampaknya menunjukkan sumber tunggal pada awal abad kesembilan, yaitu dari sumber dimana semua kisah kutip (Crone 1980:11). Apakah ini menunjukkan adanya "kanonisasi" materi disahkan oleh para ulama? Mungkin, tapi kita tidak pernah bisa yakin.

Akibatnya, bahan-bahan ini menciptakan masalah besar bagi sejarawan yang hanya dapat mempertimbangkan mereka otentik jika ada data yang dapat diobservasi yang dapat secara obyektif dinilai berasal dari sumber-sumber luar yang sekunder, seperti sumber utama dari sumber-sumber utama yang darinya tradisi-tradisi ini didapatkan. Namun jika pun ada, kita hanya memiliki sedikit untuk dirujuk. Oleh karena itu, pertanyaannya yang harus diajukan adalah : apakah sumber-sumber utama pernah ada? dan jika demikian akankah kita dapat mengenali mereka dengan menggunakan bahan sekunder yang kita miliki?

B.6. Pengembang-biakan Kisah-kisah Yang Mendadak

Masalah lebih lanjut dengan tradisi-tradisi ini adalah proliferasi atau perkembang-biakan kisah (Rippin 1990:34). Seperti yang telah kami sebutkan, karya-karya awal ini baru muncul mulai abad kedelapan akhir dan seterusnya (hampir 200-300 tahun setelah kejadian yang mereka lihat). Kemudian tiba-tiba mereka berkembang biak hingga ratusan ribu kisah. Mengapa? Bagaimana kita bisa menjelaskan perkembang-biakan kisah-kisah ini?

Ambil contoh kematian 'Abdullah, ayah dari Muhammad. Para penyusun abad kedelapan pertengahan hingga (Ibnu Ishaq dan Ma'mar) menyepakati bahwa Abdullah sudah meninggal pada saat Muhammad masih kecil, tetapi tidak merinci spesifik kematiannya. Hanya Tuhan yang tahu '(Cook 1983:63 ).

Selanjutnya pada abad kesembilan tampaknya kematian Abdullah diketahui lebih banyak. Waqidi, yang menulis lima puluh tahun kemudian memberitahu kita tidak hanya kapan Abdullah meninggal, tetapi bagaimana dia meninggal, di mana ia meninggal, apa usia berapa, dan tempat penguburannya secara tepat. Menurut Michael Cook, "evolusi kisah ini dalam perjalanan setengah abad, dari ketidakpastian kepada kelimpahan detail yang tepat, menunjukkan bahwa cukup banyak dari apa Waqidi ketahui bukanlah fakta." (Cook 1983:63-65) Ini agaknya khas Waqidi. Dia selalu bersedia memberikan tanggal yang tepat, lokasi, di mana Ibn Ishaqpun, yang hidup ratusan tahun setelah kematian muhammad dan hidup sebelum Waqidi, tidak pernah mengetahui detailnya. (Crone 1987:224).

"Tidak mengherankan," balas Crone, “ bahwa ulama sangat menyukai Waqidi: dimana lagi bisa kita temukan informasi sangat tepat seperti tentang segala sesuatu yang ingin kita ketahui? Namun, mengingat bahwa informasi ini semua tidak diketahui sebelumnya oleh Ibnu Ishaq, maka nilai kisahnya sangat diragukan. Dan jika informasi palsu terakumulasi pada periode ini, dalam dua generasi antara Ibn Ishaq dan Waqidi, sulit untuk menghindari kesimpulan bawa setidaknya ada 3 generasi terbentang antara Muhammad dan Ibnu Ishaq "(Crone 1987:224).

Akibatnya, tanpa pengawasan yang nyata, atau keinginan untuk menyajikan dokumentasi yang mendukung, para pengumpul kisah ini melebihi kewenangan mereka.

Para sarjana Muslim yang menyadari hal ini membiarkan perkembang-biakan ini dengan berpendapat bahwa agama Islam mulai stabil saat ini. Jadi, wajar bahwa karya sastra juga akan mulai tampil lebih banyak. Mereka katakan bahwa kisah-kisah versi awal tidak lagi relevan bagi Islam yang baru, dan akibatnya kisah-kisah awal itu entah dibuang atau hilang (Humphreys 1991:72).

Walaupun ada kepercayaan pada teori ini, orang akan berasumsi bahwa bahkan beberapa dokumen ini akan tetap, terselip di perpustakaan tertentu, atau dalam koleksi seseorang. Namun asumsi ini tidak terbukti, dan ini yang mencurigakan.

Namun, yang lebih penting lagi adalah apakah "naskah Quran Usman" (yang konon dijadikan naskah final yang disusun oleh Zaid ibnu Thabit pada 646-650 M, dan sumber bagi Quran kita sekarang) bisa dimasukkan dalam skenario ini? Tentu saja akan dianggap relevan, sebab, seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, menurut tradisi semua naskah Quran dan salinan lain dibakar oleh Khalifah Usman segera setelah empat salinan itu dibuat. Dimana salinan ini hari ini? Segmen naskah paling awal dari Al Qur'an yang kita miliki tidak lebih awal dari tahun 690-750 M! (Schimmel 1984:4) Apakah mereka yang memegang asumsi ini bersedia mengakui bahwa keempat salinan juga dibuang karena mereka tidak lagi relevan bagi Islam yang baru pada jaman itu?

Lebih jauh lagi, banyaknya jumlah hadis yang tiba-tiba muncul pada abad kesembilan menciptakan banyak skeptisisme. Telah diklaim bahwa pada pertengahan abad ke-sembilan ada lebih dari 600.000 hadis, atau cerita-cerita awal tentang kehidupan nabi ! Bahkan tradisi mengatakan bahwa begitu banyak hadis sehingga Khalifah yang berkuasa minta Al Bukhari, sarjana terkenal, untuk mengumpulkan perkataan yang benar dari 600.000 hadis itu. Jelas, bahkan saat itu ada keraguan mengenai kebenaran bagi begitu banyaknya hadis.

Bukhari tidak pernah menyebutkan kriteria yang ia pakai, kecuali pernyataan samar-samar "tidak dapat diandalkan" atau "tidak sesuai" (Humphreys 1991:73). Pada akhirnya, ia menetapkan hanya 7.397 hadis, atau kira-kira hanya 1,2%, yang bisa dipercayai! Namun lewat seleksi berikutnya jumlahnya menjadi 2762 hadis sahih dari 600.000 (AKC 1993:12). Apakah ini berarti bahwa dari 600.000 hadis itu ada 592.603 yang palsu dan harus dibuang. Jadi hampir 99% dari hadits tersebut dianggap palsu. Benar-benar mengerikan !

Ironisnya skenario macam inilah yang menciptakan keraguan tentang keaslian dari setiap hadis. Dari mana 600.000 hadis awal ini berasal jika demikian banyak dianggap palsu? Apakah salah satu dari hadis yang palsu itu lolos diturunkan kepada kita sekarang? Apakah kita memiliki bukti keberadaan mereka sebelum waktu itu? Tidak ada sama sekali!

Fakta bahwa mereka tiba-tiba muncul pada periode ini (pada abad kesembilan, atau 250 tahun setelah peristiwa dirujuk terjadi) dan tiba-tiba ditolak, tampaknya menunjukkan bahwa hadis-hadis ini diciptakan atau diadopsi pada saat ini, dan bukan pada tanggal yang lebih awal. Hal ini menggemakan pernyataan yang dibuat sebelumnya oleh Schacht mengenai kebutuhan dari penyusun abad kesembilan untuk mengotentikasi hukum-hukum dipinjam dari agama lain, dengan cara mengait-kaitkan dengan kehidupan nabi. Dengan tergesa-gesa mereka meminjam tradisi lain yang terlalu longgar dan saling bertentangan, yang pada gilirannya memaksa ulama untuk men-standarkan hadis-hadis yang mereka anggap mendukung agenda mereka.

Hal ini meninggalkan kita masalah, bagaimana mereka memutuskan hadis yang otentik dan yang tidak.


Back to Index


Diterjemahkan oleh Badranaya dan dikutip dari FFI Indonesia

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money